Kpr Bni Optimistis Tumbuh Dalam Seiring terbitnya kebijakan yang menurunkan rasio Loan to Value (LTV) dalam pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) menganggap langkah ini sebagai bentuk penekanan pada kebijakan makroprudensial oleh Bank Indonesia (BI). Hal ini menandai keterbukaan terhadap perubahan kewajiban terhadap ekosistem perbankan yang lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat saat ini.
Penurunan rasio LTV tersebut dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui pembiayaan properti. Namun, sebelumnya, pihaknya telah melakukan diskusi dengan berbagai pihak yang terkait dalam industri properti, termasuk pengembang properti. Salah satu dari pengembang tersebut adalah Real Estat Indonesia (REI), yang berkomitmen untuk mendukung kebijakan terkini tersebut untuk memberikan pengalaman lebih baik bagi masyarakat.
Anggoro Eko Cahyo, Direktur Consumer Banking BNI, menyatakan bahwa diskusi tersebut telah menghasilkan penilaian kredibilitas terhadap kebijakan yang berpotensi meningkatkan penerimaan kredit. Sejauh ini, masyarakat lebih mudah mengambil kredit perumahan karena anggaran uang muka yang lebih ringan. Selain itu, pihaknya berharap bisa mendapatkan pasar lebih besar dengan potensi lebih besar dari peningkatan kredit properti sepanjang tahun 2016.
Penyempurnaan ketentuan LTV dan FTV pada akhir Agustus 2016 menjadi poin penting dalam kebijakan keuangan nasional. Berdasarkan data, rasio LTV dan FTV dijadikan lebih lemah secara maksimal, dengan perubahan standar seperti: uang muka (DP) rumah pertama dengan mekanisme KPR mencapai 15% untuk rumah tipe 70 ke atas; rumah kedua menjadi 20%; dan rumah ketiga mencatat 25%. Dengan penurunan ini, BNI berharap dapat menciptakan peningkatan peran dalam ekonomi perumahan di Indonesia, terutama dalam memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap sistem pembiayaan properti.
Setelah mempertimbangkan kebijakan peningkatan tersebut, anggota BNI terus mengutamakan komunikasi terhadap pengembang properti untuk memperoleh pendapat terkait pelaksanaan kebijakan. Hal ini sangat penting karena secara eksplisit BNI berharap terdapat pengembangan kembali terhadap perbankan properti secara lebih efektif. Selain itu, BNI berharap akan memberi kepercayaan terhadap pengembangan ekonomi perumahan dari kebijakan makroprudensial yang diberlakukan oleh BI.
Langkah-langkah berikutnya yang diharapkan dari pihak BNI melalui pihak pengembang, serta pengawasan oleh Bank Indonesia, akan mengarahkan pengambilan keputusan yang lebih berbasis data secara lebih efisien. Dengan demikian, pemanfaatan dari kebijakan yang telah diberlakukan oleh BI dan pihak-pihak terkait akan menjadi kunci keberlangsungan peningkatan pasar properti secara luas. Namun, dalam rangka memastikan pengembangan kembali terhadap sistem keuangan properti, pelaksanaan kebijakan tersebut harus dijalankan dengan penerapan terhadap kewajiban keuangan yang lebih akurat dan transparan.
