Dpr Pasang Batas Hengkang Bumn Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini menghadapi tantangan besar dalam mengukur manfaat dari rencana pemerintah membentuk holding perusahaan plat merah (BUMN), yang dianggap belum memberikan manfaat nyata bagi rakyat. Pernyataan ini menjadi penting terutama dengan pertemuan yang diselenggarakan oleh Komisi VI DPR dengan Kementerian BUMN di Gedung DPR, Rabu, 24 Agustus 2016.
Dodi Reza, pimpinan Rapat Komisi VI, menekankan bahwa pendekatan terhadap holdingisasi saat ini masih terlalu bersifat eksploratif dan belum mencerminkan keberlangsungan dampak bagi masyarakat. Menurutnya, sebelum memutuskan pembentukan holding baru, harus diidentifikasi terlebih dahulu manfaat yang sudah terdapat dalam holding yang ada. “Holding yang sudah ada apakah bermanfaat? Kita lihat apakah leverage yang sudah ada? Apakah cost production-nya bisa berkurang dengan adanya holding? Ini harus dilihat jangan terburu-buru merumuskan holding,” kata Dodi.
Dari sisi kepercayaan, Anggota Komisi VI dari PDIP, Aria Bima, menyarankan rapat khusus harus diselenggarakan untuk membahas isu holdingisasi secara komprehensif. Ia mengatakan bahwa perlu dilakukan evaluasi terhadap kepentingan yang telah terjadi secara mendalam terhadap penguatan BUMN. Aria menyampaikan bahwa tanpa perencanaan yang lebih terbuka dan bersifat jelas, tidak mungkin tercapainya manfaat bagi rakyat. Ia juga meminta pemerintah untuk tidak mengekspresikan ide yang bersifat tidak terduga secara cepat, melainkan memberikan pertimbangan mendalam.
Dari sisi pendekatan, anggota DPR lainnya, Gde Sumarjaya, mengkritik konsep holding yang belum memiliki kejelasan. Ia menyebut bahwa penanganan terhadap BUMN masih terlalu bergantung pada kinerja dan hasil keuntungan yang belum terlalu signifikan. Menurutnya, sebelum membangun holding baru, perlu dilakukan penilaian terhadap kinerja dan keuntungan yang dapat dirasakan oleh masyarakat. “Jangan terburu-buru holding. Saya minta penjelasannya untung ruginya. Dan bagaimana BUMN untuk rakyat,” kata Gde Sumarjaya.
Saat ini, pemerintah mengambil langkah konkret mengenai pembentukan holding BUMN, seperti kasus holding migas di mana Perusahaan Pertamina menjadi induk holding bagi Perusahaan Gas Negara (PGN). Namun, banyak anggota DPR menyampaikan bahwa konsep ini belum mencerminkan keberlangsungan manfaat yang diharapkan bagi rakyat. Hal ini menunjukkan perbedaan pendapat dalam mengenai peran dan dampak dari penerapan kebijakan ini. Dari segi kebijakan pemerintah, pembentukan holding ini menjadi salah satu langkah penting dalam memperkuat sistem pengelolaan BUMN, namun tetap perlu diperhatikan secara menyeluruh untuk memastikan bahwa keputusan tersebut memiliki manfaat sosial dan ekonomi.
Pengembangan sistem holding sebenarnya perlu ditangani secara lebih baik oleh DPR dan Kementerian BUMN, dan tidak terlepas dari pertimbangan terhadap potensi dampak terhadap masyarakat. Implikasi dari kebijakan ini termasuk peningkatan efisiensi operasional, perencanaan keuangan lebih baik, dan pengembangan kelebihan potensial dalam sistem pengelolaan BUMN. Langkah berikutnya adalah penyelarasan dengan rapat yang khusus dan diadakan secara terbuka untuk memastikan keberlangsungan manfaat yang telah terdapat. Setiap keputusan harus didukung oleh analisis dan perancangan yang menyeluruh dan terbuka terhadap semua pihak terkait.
