Freeport Terima Izin Ekspor Konsentrat PT Freeport Indonesia (FI) telah meraih perubahan status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), seiring dengan pemberian izin usaha pertambangan khusus yang merupakan langkah penting dalam pengembangan perusahaan di bawah kerangka aturan keberlanjutan dan penerapan peraturan yang lebih ketat. Ini menggantikan status Kontrak Karya (KK) yang lama, dan merupakan bagian dari program transisi dari usaha pertambangan di bawah pengawasan terbatas ke dalam kategori usaha yang lebih berbasis pada kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Sudjatmiko, menjelaskan bahwa persetujuan ekspor bagi PT Freeport Indonesia berlaku sejak tanggal 17 Februari 2017 hingga 16 Februari 2018, secara formal melalui surat Persetujuan Nomor 352/30/DJB/2017. Rekomendasi ekspor ini didasarkan pada permohonan PT FI Nomor 571/OPD/II/2017 yang diajukan pada 16 Februari 2017, yang disahkan sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2017 dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1/M-DAG/PER/1/2017.
Baca Juga:
Baca Juga:
Volume ekspor yang direkomendasikan mencapai 1.113.105 Wet Metric Ton (WMT) konsentrat tembaga, menurut Sudjatmiko. Ini merupakan angka yang signifikan dan menandai upaya PT Freeport dalam memaksimalkan potensi ekspor sumber daya mineral yang diperoleh dari tambang di wilayah pulau Kalimantan. Penerbitan rekomendasi ini menandai penerapan ketentuan baru yang lebih ketat dalam proses pengolahan dan pemurnian produk pertambangan di dalam negeri, dengan mempertimbangkan waktu pemenuhannya yang harus disertai evaluasi oleh verifikator independen setiap enam bulan sekali.
Adapun, ketentuan penerapan IUPK secara khusus menuntut bahwa PT Freeport wajib mengikuti proses pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan sesuai batasan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Pengembangan fasilitas fisik, fasilitas pengolahan, dan pemurnian akan menjadi kunci dalam penerapan program ini. Menurut Kepala Biro Komunikasi ESDM, pemberian izin ini juga memberikan tanggung jawab bagi PT Freeport terhadap pelaksanaan tugas dalam memenuhi kriteria minimal dari peraturan yang mengarah pada keberlanjutan ekstraksi dan produksi minat dan batubara di Indonesia. Pemantauan kegiatan pengolahan dan pemurnian harus dilakukan oleh verifikator independen setiap 6 bulan untuk menjaga transparansi dan kredibilitas operasional PT Freeport.
Pembaharuan status dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) terjadi pada 26 Januari 2017, saat PT Freeport mengajukan permohonan perubahan status kontrak pertambangan sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 Tahun 2017 tentang nilai tambah mineral yang diolah serta dimurnikan di dalam negeri. Status baru ini merupakan langkah penting dalam mengikuti proses perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menentukan pelaksanaan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Bambang Gatot, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa dengan pemberian izin usaha pertambangan khusus, PT Freeport tidak lagi dianggap sebagai pemain dalam sistem pertambangan yang lebih terbatas, melainkan berada dalam kategori usaha yang lebih terkendali dan terukur. Perubahan status ini juga mengarah pada perluasan fokus kegiatan PT Freeport dalam pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan, yang sesuai dengan tuntutan keberlanjutan dan transparansi dalam pengambilan keputusan pemerintah.
Kedua, perubahan status ke IUPK tidak hanya berfungsi sebagai permulaan dari program ekspor, tetapi juga memberi wawasan terhadap peran dan tugas PT Freeport dalam meningkatkan nilai tambah produk pertambangan melalui proses ekspansi dan penerapan regulasi yang lebih ketat dalam industri pertambangan. Langkah berikutnya berupa penguatan pengembangan fasilitas pemurnian dan pengolahan produk dengan mempertimbangkan batasan pengolahan dan pemurnian yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM, serta penerapan program keberlanjutan dalam proses ekstraksi, pengolahan, dan pemurnian produk mineral. Tuntutan pemerintah untuk evaluasi setiap 6 bulan dengan verifikator independen adalah langkah kunci dalam mengawasi keberlanjutan dan kepatuhan PT Freeport terhadap aturan keberlanjutan dan penerapan peraturan. Langkah ini juga menunjukkan bahwa pengaturan sistem pertambangan di dalam negeri telah terus berkembang dan berubah sesuai dengan kebutuhan industri global, serta kebutuhan untuk mendorong transisi ke kegiatan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, yang menekankan penguatan nilai tambah dari produk pertambangan di Indonesia.
