Tax Amnesty Mengungkap Potensi Kenaikan Bank Indonesia (BI) menilai bahwa program tax amnesty yang dihadapi oleh Warga Negara Indonesia (WNI) saat ini tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap laju inflasi. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juda Agung, pengeluaran pemerintah yang meningkat akibat sosialisasi tax amnesty masih terbatas dalam memengaruhi kinerja inflasi secara mendalam. Di masa depan, BI mengharapkan inflasi tetap terjaga di kisaran 4% plus minus 1% meski tren inflasi saat ini menunjukkan perbaikan berkat penurunan harga komoditas dan faktor eksternal lainnya.
Karena pengaruh dari tax amnesty pada inflasi masih minim, maka BI menganggap bahwa peningkatan pengeluaran pemerintah yang dilakukan secara lembaga dan pemerintah masih berpotensi memperbesar ketidakstabilan harga. Namun, penjelasan tentang dampak inflasi di masa depan juga menjadi perhatian BI karena data inflasi yang terkait periode Juli 2016 sangat penting dalam mengevaluasi stabilitas ekonomi. Inflasi Juli 2016 tercatat 0,69%, yang jauh lebih rendah dari rata-rata tahunan dan periode yang terjadi sebelumnya, dengan tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Juli) sebesar 1,76%, dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juli 2016 terhadap Juli 2015) sebesar 3,21%.
Penurunan harga komoditas seperti bawang merah, daging ayam ras, kentang, ikan segar, beras, cabai merah, dan daging sapi memainkan peran penting dalam menekan dampak inflasi pada komponen volatile foods. Hal ini terjadi akibat kenaikan permintaan saat Idul Fitri, serta penurunan harga pada komoditas lain seperti telur ayam ras, sawi hijau, dan sawi putih yang membantu mengurangi beban inflasi. Meskipun demikian, perubahan harga tersebut belum dapat menentukan tren inflasi secara keseluruhan karena faktor lain seperti harga bahan pokok, inflasi komponen inti yang rendah, serta inflasi dari komponen volatile foods yang terus berada di kisaran rendah, masih menjadi fokus utama BI dalam memantau keadaan ekonomi.
Inflasi komponen volatile foods pada Juli 2016 tercatat sebesar 1,20% (month to month/mtm) atau 7,14% (year on year/yoy), yang menunjukkan koreksi terhadap tren inflasi sebelumnya. Data ini menunjukkan bahwa meskipun harga komoditas utama mengalami kenaikan, inflasi pada komponen volatile foods mengalami penurunan secara eksponensial. Hal ini dapat dijelaskan karena pengaruh dari penurunan harga komoditas lain yang mendukung penurunan secara keseluruhan biaya. Penurunan harga komoditas ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong pemenuhan target inflasi dari BI. Oleh karena itu, meskipun belum meraih kinerja optimal, BI mengungkapkan bahwa inflasi pada tahun ini bukanlah masalah besar, namun perlu diawasi agar tidak melanggar batas yang telah ditetapkan dalam strategi ekonomi pemerintah.
Untuk memastikan inflasi tetap terjaga, BI melanjutkan pengawasan terhadap berbagai komponen ekonomi dan memperhatikan kondisi pasar yang berubah secara kontinu. Langkah yang harus diambil secara proaktif adalah menjaga ketahanan anggaran yang lebih baik, meningkatkan transparansi dalam proses pengelolaan dana, serta menjaga keberlanjutan dalam penerapan kebijakan ekonomi moneter. Selain itu, BI juga menggarisbawahi pentingnya konsistensi dalam implementasi tax amnesty agar tidak memunculkan risiko inflasi yang tinggi, dan terus menilai pengaruh program ini terhadap inflasi secara menyeluruh. Kenaikan inflasi pada waktu terjadi sebelumnya masih menjadi pertimbangan utama, tetapi dianggap sudah berada di tengah bantuan dari sistem ekonomi yang terkendali. Penjelasan terhadap dampak dari tax amnesty juga menjadi perhatian BI karena peran kebijakan ekonomi moneter sebagai langkah penting untuk menjaga keseimbangan ekonomi secara keseluruhan. Dengan demikian, BI berharap data dan pengamatan terus dilakukan untuk memantau kondisi ekonomi serta menciptakan lingkungan yang lebih stabil untuk masyarakat Indonesia.
