Blog Web & Deep Insights

OJK dan BPS Tumbuhkan Kemitraan dalam Statistik dan Jasa Keuangan

Ojk Dan Bps Tumbuhkan Kemitraan Seiring pengembangan ekonomi yang terus berkembang, peran otoritas jasa keuangan (OJK) dan badan pusat statistik (BPS) menjadi penting dalam membentuk sistem keuangan nasional yang stabil dan berkelanjutan. Di tengah pengawasan yang lebih ketat terhadap lembaga jasa keuangan, kerjasama antara OJK dan BPS menjadi salah satu langkah penting untuk memperkuat keterbukaan informasi dalam bidang statistik dan jasa keuangan. Dalam kemitraan ini, kedua instansi menandatangani Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dan Kepala BPS Suryamin, pada Rabu, 31 Agustus 2016, yang membuka jalan untuk kolaborasi yang harmonis dalam menunjang tugas pokok dan fungsi kedua belah pihak.

Kerjasama ini ditujukan untuk memastikan bahwa data dan informasi yang digunakan oleh OJK dalam pengawasan dan pengendalian lembaga keuangan dapat diperoleh dari sumber yang akurat, konsisten, dan berkesinambungan. Hal ini sangat penting karena seiring dengan jumlah lembaga jasa keuangan yang terlibat dalam industri keuangan, OJK harus mengambil keputusan berdasarkan data yang murni dan berdasarkan kenyataan. Dalam hal ini, BPS dipercaya sebagai lembaga utama dalam menyusun data statistik di bidang keuangan, termasuk Sectoral Accounts and Balance Sheets (SAB), yang menjadi bagian dari program keberlanjutan dalam pengambilan keputusan strategis oleh pemerintah dan lembaga keuangan.

Salah satu tujuan utama kerjasama ini adalah menghasilkan data yang real-time dan berkualitas, mengingat OJK mengawasi kurang lebih 5.000 lembaga jasa keuangan. Sebagai bentuk penekanan terhadap keterbukaan data yang diperlukan untuk pengembangan keuangan dan ekonomi Indonesia, kerjasama ini juga membuka peluang kolaborasi dalam penyediaan data yang lengkap. OJK mengakui bahwa menangani “A Big Data” menjadi tantangan besar karena perlu mengakui bahwa data harus selalu akurat, konsisten, dan dihasilkan secara real-time. Oleh karena itu, kerjasama ini dibentuk agar dapat menjaga standar dan kualitas dalam pengelolaan data, sehingga memungkinkan pemerintah dan lembaga keuangan terus memperhatikan potensi keuangan nasional secara lebih akurat dan terukur.

Dalam konteks Indonesia sebagai anggota G-20, kerjasama ini juga menjadi bagian dari upaya menghadapi tantangan terkait Data Gaps Initiatives (DGI), yang menyatakan bahwa banyak negara mengalami kehilangan informasi yang penting dalam pengambilan keputusan. Salah satu rekomendasi utama dari DGI adalah penyusunan SAB di masing-masing negara, yang merupakan prioritas utama dalam rekomendasi tersebut. Kedua pihak juga memperhatikan bahwa pengembangan SAB merupakan langkah penting dalam membentuk model keuangan yang terintegrasi secara berkelanjutan. Dalam membangun sistem keuangan nasional yang stabil, kerjasama ini memberikan kontras terhadap data yang tidak tersedia atau kurang akurat, serta memperkuat pengambilan keputusan strategis dari berbagai lapisan keuangan dan ekonomi.

Kerjasama ini mencakup lima aspek utama dalam pelaksanaan, yaitu penyediaan, pertukaran, pemanfaatan data dan informasi; peningkatan kompetensi sumber daya manusia; osialisasi dan edukasi sesuai tugas dan fungsi; serta penelitian dan pengembangan dalam bidang statistik dan jasa keuangan. Selain itu, kerjasama ini juga mencakup kegiatan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas masing-masing pihak. Dalam pelaksanaan kegiatan ini, kedua pihak berharap dapat membangun sistem kerja yang berkelanjutan dan dapat membantu mewujudkan sistem keuangan nasional yang stabil dan berkelanjutan. Langkah berikutnya diharapkan adalah penerapan kerja sama ini secara lebih mendalam dalam pengembangan sistem keuangan dan data yang lebih baik, serta memperkuat pengambilan keputusan strategis oleh pemerintah dan lembaga keuangan, serta memberikan efek positif terhadap kinerja ekonomi nasional.

Exit mobile version