Konsep Holding Bumn Tidak Jelas Ekonom Faisal Basri, yang juga sebelumnya menjabat sebagai Ketua Tim Reformasi Migas, mengkritisi upaya BUMN untuk membentuk superholding seperti yang diusulkan di Singapura dan Malaysia. Dalam sebuah diskusi yang diadakan di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, pada 6 Agustus 2016, Faisal mengkritisi keberlangsungan rencana tersebut sebagai hal yang belum jelas dan dapat mengganggu keberlangsungan ekonomi BUMN. Ia menyampaikan bahwa konsep holding dalam konteks BUMN masih terlalu mengandung banyak perdebatan dan permasalahan yang tidak terduga, seperti pemindahan atau perubahan yang terus-menerus tanpa dasar yang jelas.
Faisal menyoroti bahwa BUMN, seperti BRI dan Mandiri, perlu dipertimbangkan bersama dalam rangka membentuk aset superbesar. Ia menyatakan bahwa jika BUMN menggabungkan dua lembaga yang memiliki kekuatan besar seperti BRI dan Mandiri, maka masyarakat dapat mengakses bunga yang lebih rendah. Dalam konteks ini, Faisal mengatakan bahwa proses pengelolaan ini perlu diselaraskan dengan sistem yang terstruktur dan terintegrasi untuk mencegah kegagalan yang dapat berdampak pada sistem keuangan.
Baca Juga:
Walaupun perbedaan fokus antara perusahaan BUMN yang berbeda seperti BRI dan Mandiri tidak terjadi pada semua aset, Faisal mengkritisi bahwa konsep superholding tidak selalu memenuhi keperluan keberlanjutan. Ia mengatakan bahwa perusahaan yang berbeda harus memiliki jelasnya, dan tidak bisa terus mengambil tindakan tanpa mempertimbangkan hasil dari pengambilan keputusan terhadap kebijakan pemerintah. Menurut Faisal, konsep ini sangat perlu dibicarakan oleh banyak pihak untuk memastikan bahwa proses pengambilan keputusan tidak terlalu bergantung pada keputusan kebijakan yang tidak sehat. Ia menekankan bahwa perubahan terus menerus tidak selalu dapat diakui secara jelas dan dapat berdampak pada keamanan sistem keuangan.
Faisal juga menyoroti rencana akuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) oleh PT Pertamina, yang diperkenankan menurut keputusan pemerintah saat ini. Menurutnya, perubahan konsep ini tidak cukup jelas. Ia mengatakan bahwa karena PGN sudah berada dalam pasar, sementara Pertamina belum, maka perusahaan yang satu ini mengambil sisa akuisisi yang lain dengan cara terbuka. Ini dapat mengarah pada keberlangsungan dari pelaku bisnis yang memiliki keterbatasan dalam pengambilan keputusan yang tidak dijamin. Faisal menyarankan bahwa proses ini perlu dilakukan dengan transparansi dan keterbatasan yang jelas untuk menghindari konflik ekonomi. Dalam konteks ini, perlu ditilang keberlanjutan ekonomi yang didukung oleh keterbukaan dari sistem regulasi.
Terlepas dari keberlangsungan rencana BUMN dalam membentuk superholding, Faisal menekankan pentingnya sinkronisasi dan penggabungan lini usaha antar BUMN. Ia menyebutkan bahwa saat ini kondisi ekonomi global yang terus lesu menjadi faktor utama yang harus dihadapi. Dalam kondisi seperti itu, proses integrasi antar perusahaan BUMN harus menjadi prioritas utama untuk mengantisipasi kekurangan dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya. Ia mengatakan bahwa jika dua perusahaan memiliki aset yang berbeda seperti Pertamina yang memiliki gas, maka penting agar aset tersebut dapat disinkronkan secara efisien. Dalam konteks ini, Faisal mengatakan bahwa pengambilan keputusan dan pengaturan aset perlu terus dilakukan dengan jelas dan terkendali. Tindakan ini dapat menghindari kerusakan sistem ekonomi yang berkelanjutan.
Menurut Faisal, dengan kondisi ekonomi yang terus berubah, pengambilan keputusan oleh BUMN harus selalu dibatasi dan ditinjau dari segi keberlanjutan. Ia menekankan bahwa perencanaan keuangan dan pengambilan keputusan perlu dilakukan secara konsisten dan secara jelas. Dalam kondisi ekonomi yang lesu, perlu dijadikan kebijakan yang terbuka dan dilakukan dengan sistem yang terduga. Faisal menekankan bahwa perlu adanya transparansi dan tanggung jawab yang jelas dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan pemerintah. Dalam konteks ini, pengambilan keputusan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan pemerintah dapat merugikan stabilitas ekonomi.
Untuk mengingatkan bahwa perubahan kebijakan BUMN harus sesuai dengan kondisi ekonomi global yang terus berlangsung, Faisal menekankan bahwa BUMN perlu terus berperan sebagai penggerak utama dalam membentuk ekonomi yang lebih baik. Dalam konteks ini, pengelolaan sistem perusahaan BUMN perlu diharapkan memiliki jelasnya dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Ia menyarankan bahwa jika perusahaan yang berbeda tetap melakukan pengambilan keputusan secara tidak terkontrol, maka perlu diadakan evaluasi kebijakan dan pengelolaan. Dengan demikian, langkah berikutnya dari pemerintah dan BUMN adalah untuk membentuk struktur yang lebih terintegrasi dan dapat membuka ruang baru untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Hal ini juga perlu dilakukan secara terus-menerus dengan mempertimbangkan kebutuhan terkini dari ekonomi global dan pengelolaan keuangan yang lebih terkendali.
