Inflasi Dki Capai 2 37 Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi DKI Jakarta mengumumkan bahwa laju inflasi Jakarta pada tahun 2016 tercatat 2,37% (yoy), yang jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata lima tahun sebelumnya yang mencatatkan angka 5,93% (yoy). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy), menunjukkan adanya perbaikan dalam pengendalian inflasi di wilayah Jakarta. Menurut Kepala Perwakilan BI Provinsi DKI Jakarta, Doni P. Joewono, kondisi inflasi tersebut didukung oleh berbagai faktor yang mendorong stabilitas harga di masa itu.
Perkembangan inflasi pada Desember 2016 tercatat 0,27% (mtm), yang terus berangsur stabil. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal yang berdampak pada harga komoditas energi dan transportasi, terutama karena harga minyak internasional yang menurun secara signifikan. Selain itu, pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui TPID juga berupaya menjaga kestabilan harga pangan strategis dengan perbaikan manajemen stok dan rantai pasokan pangan. Namun, peningkatan permintaan masyarakat pada awal tahun 2017 diproyeksikan mengganggu kinerja pengendalian inflasi, sebab kenaikan inflasi administered prices juga terjadi akibat pola musiman dan peningkatan permintaan jasa angkutan yang mengakibatkan lonjakan harga di beberapa pasar. Penjelasan ini membuka peluang bagi penggunaan data untuk membangun kebijakan lebih efektif di masa depan. Di sisi lain, pengembangan koordinasi antara BI dan Pemprov DKI Jakarta melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah membantu mencapai kestabilan harga pada kelompok inti serta harga bahan makanan yang rendah.
Di tengah kenaikan inflasi administered prices yang terjadi pada bulan Desember 2016, inflasi volatile food juga terjaga stabil. Hal ini disebabkan oleh turunnya harga komoditas hortikultura dan stabilnya harga beras. Kenaikan harga cabai merah dan bawang merah yang berlangsung pada bulan sebelumnya mengalami deflasi, masing-masing sebesar 10,15% (mtm) dan 9,84% (mtm), yang menjadikan perubahan harga makanan yang berkurang secara signifikan. Selain itu, pasokan beras di Jakarta tetap terjaga dengan kerjasama antara pemerintah, instansi terkait, dan pemerintah daerah, sehingga terhindar dari lonjakan harga. Selain pengendalian harga komoditas, penguatan koordinasi dengan pemerintah lainnya seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan kementerian terkait penting untuk memastikan perbaikan sistem perdagangan dan pangan di Jakarta. Perlu dilakukan evaluasi terhadap pemanfaatan teknologi informasi serta sistem pemeriksaan harga pangan strategis untuk memperbaiki fungsi pengendalian inflasi.
Saat ini, pencapaian inflasi pada tahun 2016 dipengaruhi oleh kondisi inflasi inti yang stabil dalam periode awal tahun 2016. Emas perhiasan mengalami deflasi cukup dalam sebesar 5,72% (mtm), sejalan dengan turunnya harga emas internasional. Deflasi kelompok sandang juga menyumbang terhadap deflasi yang berkontribusi pada penurunan inflasi inti sebesar 0,90% (mtm). Sedangkan deflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga serta kesehatan masing-masing sebesar 0,06% (mtm), turut mendukung penurunan inflasi inti. Terlepas dari berbagai kejadian yang terjadi, terus menerus penguatan koordinasi antara BI dan pemerintah provinsi DKI Jakarta dilakukan, baik melalui TPID maupun pemenuhan kebijakan strategis lainnya untuk menangani inflasi di masa depan. Penjelasan ini menjadi dasar pengambilan keputusan yang berorientasi pada pembangunan ekonomi DKI Jakarta secara keseluruhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi inflasi pada tahun 2016 di Jakarta memang memberikan informasi penting bagi pengambilan kebijakan keuangan, terutama dalam menghadapi perubahan ekonomi yang terjadi. Kenaikan harga BBM dan jasa angkutan di periode musiman memengaruhi pengendalian inflasi, sehingga memerlukan perhatian terhadap penanganan inflasi di masa depan. Langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap peran BUMD, koordinasi dengan pemerintah daerah, serta pendampingan dengan pemerintah provinsi lainnya terkait dengan pengembangan sistem perdagangan dan pangan di Jakarta. Ini berarti penguatan terhadap fungsi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (IPJ) di Jakarta yang dapat membantu memperkuat pengendalian inflasi, serta perencanaan strategis untuk menghadapi risiko inflasi yang terjadi di masa depan. Langkah-langkah ini menjadi dasar pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
