Bi Dukung Pertumbuhan Ekonomi Dengan Sebelum pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis, 15 Juni 2016, Bank Mandiri berharap kebijakan Bank Indonesia (BI) akan mengambil langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurut Ahmad Siddik Badruddin, Direktur Risk and Compliance di Bank Mandiri, kondisi ekonomi yang terus mengalami perlambatan membuat industri perbankan mengalami tantangan terhadap pertumbuhan kredit dan meningkatnya NPL. Kenaikan NPL mencapai 3,18% secara gross pada periode Maret, mengalami perbaikan dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 2,27%. Namun, tren ini tergantung pada pertumbuhan ekonomi yang masih terkendali oleh belanja pemerintah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja bank terkait dengan keseimbangan kredit masih bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomi yang diharapkan untuk meningkat. Di tengah tantangan tersebut, Ahmad menyampaikan bahwa kebijakan yang dapat memberikan multiplier effect pada sektor seperti properti, kredit pribadi rumah (KPR), sepeda motor, dan lainnya menjadi fokus utama bagi Bank Mandiri dalam memperoleh pengaruh positif terhadap ekonomi.
Tak hanya kondisi ekonomi yang terkendali, kejadian penurunan NPL pada tahun ini juga menjadi salah satu indikator yang menjadi perhatian. Mengutip data dari Bank Mandiri, NPL secara sebesar 2,89% pada periode tersebut meningkat dari 1,81% pada periode yang sama tahun lalu. Ahmad Siddik mengungkapkan bahwa perbaikan ini sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi. Dengan penurunan NPL, bank harus memiliki kepercayaan akan keamanan dalam proses penerapan kredit yang lebih stabil. Hal ini penting untuk mendukung kenyamanan pengguna dalam proses investasi, termasuk pembiayaan properti dan pembiayaan konsumsi. Menurut Ahmad, pengambilan kebijakan seperti pelonggaran Loan To Value (LTV), serta kebijakan lain yang mendorong pertumbuhan ekonomi, dapat menjadi faktor penting yang akan memengaruhi keputusan perbankan terkait penerapan kredit secara berkelanjutan.
Baca Juga:
Di tengah tantangan pasar, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa kebijakan makroprudensial akan dikaji dalam Rapat Dewan Gubernur, yang akan dilakukan pada 19 Mei 2016. Berdasarkan hasil diskusi tersebut, BI mempertimbangkan tiga aspek penting: pelonggaran Loan To Value (LTV) dari kredit properti, batasan kredit untuk UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), serta kebijakan Loan To Funding Ratio (LFR). Selain itu, kebijakan terkait peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/22/PBI/2012 juga menjadi fokus utama. Dalam konteks ini, LTV dikaji berdasarkan rasio NPL per bank, sedangkan LFR yang saat ini terbatas di kisaran 78-94% juga diperhatikan untuk mendorong kecepatan pertumbuhan kredit. Tiga kebijakan tersebut, menurut Agus, disediakan dalam konteks untuk memberikan signal yang positif terhadap sektor ekonomi, terutama untuk sektor properti yang memiliki potensi besar untuk memperkuat ekosistem ekonomi lainnya seperti konstruksi, industri semen, dan sektor lainnya yang bisa memberikan multiplier effect yang signifikan.
Baca Juga:
Mengutip hasil diskusi dari Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang diadakan pada 19 Mei 2016, Bank Indonesia (BI) menambahkan bahwa kebijakan makroprudensial akan dikaji secara menyeluruh. Dalam keterangan tersebut, BI tidak hanya mengkaji tiga aspek penting yang telah disebutkan, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan dalam menjaga likuiditas dan keseimbangan ekonomi secara keseluruhan. Mengenai langkah-langkah yang akan diambil, kebijakan terkait LTV, batasan kredit UMKM, dan LFR menjadi fokus utama. Selain itu, kebijakan terkait PBI No. 14/22/PBI/2012 juga menjadi pertimbangan penting, mengingat bahwa peraturan tersebut berkaitan dengan pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum kepada usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian, penilaian yang lebih lanjut terhadap tiga aspek tersebut menjadi langkah penting yang menandai perkembangan strategis dalam membangun keterkaitan dengan kebijakan terkait kepercayaan dan keamanan dalam perbankan ekonomi.
Seiring dengan keputusan Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur yang diadakan pada 19 Mei 2016, perubahan terhadap kebijakan makroprudensial menjadi prioritas utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Di tengah kegugaran dari peningkatan NPL dan perlambatan pertumbuhan ekonomi, langkah-langkah strategis seperti pelonggaran LTV, batasan kredit UMKM, serta penyesuaian LFR menjadi fokus utama. Selain itu, kebijakan terkait PBI No. 14/22/PBI/2012 juga akan menjadi perhatian penting dalam pengaturan pemerintah. Keputusan terkait ini akan menjadi salah satu tindakan penting yang menunjukkan komitmen Bank Indonesia dalam mengambil keputusan berbasis data dan kebijakan yang dapat mengurangi risiko keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara lebih stabil. Sebagai akhir dari kesepakatan ini, langkah-langkah ini akan menjadi bagian dari pergerakan kebijakan ekonomi dalam mendukung keberlanjutan ekonomi khususnya di bidang perbankan ekonomi. Kita harus memperhatikan bahwa langkah-langkah ini tidak hanya berfokus pada keberlanjutan ekonomi, tetapi juga mendorong pembangunan jangka panjang dalam bidang industri, pengembangan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
