Zona Merah Siapa Yang Bertahan Permodalan menjadi isu krusial bagi perusahaan pembiayaan saat ini, terutama karena penurunan investasi, kredit macet, dan penurunan laba yang terjadi sejak tahun 2014 hingga saat ini. Tahun lalu, 116 perusahaan pembiayaan mengalami penurunan laba, dengan 40 di antaranya merugi—menjelaskan kondisi ekonomi yang terus berdampak pada kesehatan keuangan industri multifinance.
Dalam rangka menghadapi tantangan musim paceklik yang terus berlangsung, perusahaan pembiayaan harus memenuhi kriteria baru yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Edaran Nomor 1/SEOJK.05/2016. Peraturan tersebut menetapkan rasio permodalan, kualitas piutang pembiayaan, rentabilitas, dan likuiditas sebagai kriteria utama dalam menilai kesehatan keuangan perusahaan pembiayaan. Meskipun OJK memberikan toleransi per Juni 2016 menjadi September depan, banyak pelaku multifinance masih menghadapi keterbatasan modal. “Cukup menyulitkan. Kami harus mempersiapkan modal lebih,” ujar seorang perwakilan dari perusahaan pembiayaan kepada Infobank. Menurut data OJK, 17 perusahaan pembiayaan yang masih berisiko non performing financing (NPF) terus dilakukan restrukturisasi atau mencari investor baru. Namun, sejumlah perusahaan tidak mengalami masalah, dengan mayoritas bisa memenuhi aturan baru, meskipun perlu memperbaiki kualitas aset dan kapital.
Kendati demikian, Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), menyatakan bahwa masalah utama masih terkendali. “So far tidak ada masalah. Regulator pun cukup memahami dan sebagian besar perusahaan pembiayaan bisa memenuhi aturan baru,” ujar Suwandi kepada Infobank. Namun, tantangan lebih besar terjadi saat pembiayaan baru terlalu sulit dilakukan karena daya beli masyarakat yang lemah. “Kredit macet pasti naik karena pembiayaan baru menurun,” tambahnya. Tidak hanya itu, rasio permodalan juga menjadi faktor penting yang menentukan kekuatan perusahaan dalam mengambil pinjaman, seperti pinjaman subordinasi yang dibatasi maksimal 50% dari modal disetor dan jangka waktu paling singkat lima tahun. Sehingga, perusahaan pembiayaan harus memiliki permodalan memadai, terutama untuk membantu perusahaan dalam memperbesar bisnis atau mengelola risiko.
Keberadaan permodalan menjadi kekuatan utama dalam mendukung pertumbuhan industri multifinance. Perusahaan pembiayaan wajib memiliki rasio permodalan minimal 10% dari aset yang disesuaikan atau aset perusahaan dikalikan dengan bobot risiko, sesuai dengan peraturan baru. Kinerja kesehatan keuangan perusahaan pembiayaan juga ditentukan oleh faktor seperti return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan biaya operasional dibandingkan dengan pendapatan operasional (BO/PO). Perusahaan yang tidak sehat sulit dipercaya investor atau bank untuk memberikan pinjaman. Artinya, perusahaan pembiayaan yang tidak sehat akan mengalami sanksi regulator. Biro Riset Infobank (birI) menilai bahwa tahun ini menjadi musim paceklik yang menyebabkan pertumbuhan pembiayaan industri masih terjadi kecil. Dalam laporan tahunan 2015, pembiayaan industri mengalami penurunan sebesar 17,20%—dengan 83 perusahaan pembiayaan menyumbang penurunan tersebut. Dalam kondisi ini, industri masih mengalami ketidaknyamanan yang lebih besar dibandingkan tahun lalu, meskipun ada penurunan pembiayaan secara industri sebesar 0,02%.
Baca Juga:
Industri multifinance terancam mengalami pertumbuhan negatif lagi pada tahun ini. Menurut data dari OJK, pertumbuhan pembiayaan multifinance tahun ini tercatat minus 0,36% pada bulan Mei, dan dalam waktu dekade ini hanya menargetkan pertumbuhan 3% sampai 5%. Kinerja industri pembiayaan terus menghadapi tantangan karena ketidakstabilan ekonomi makro dan penurunan daya beli masyarakat. Tiga tahun terakhir, pertumbuhan pembiayaan otomotif terus berlangsung menurun, terutama dalam segmen mobil dan sepeda motor. Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan mobil pada enam bulan pertama tahun ini tercatat 531.929 unit—naik sekitar 1,22% dari semester satu tahun lalu. Namun, permasalahan sepeda motor tetap menjadi permasalahan utama, dengan penjualan sepeda motor nasional terus mengalami penurunan. Tahun ini, Aplikasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) merubah target penjualan sepeda motor menjadi hanya 6 juta unit dari target 6,5 juta, sesuai dengan kinerja penjualan yang hanya 3,11 juta unit atau anjlok 4,8% dibandingkan dengan semester satu tahun lalu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaku industri multifinance harus mencari peluang baru di bidang pembiayaan lain dan tidak hanya mengandalkan pertumbuhan dari industri otomotif.
Perlu diketahui bahwa OJK telah mengeluarkan Peraturan Nomor 29/POJK.05/2014 yang memungkinkan perusahaan pembiayaan untuk memperluas usaha mereka ke bidang pembiayaan multiguna, investasi, pembiayaan proyek, dan pembiayaan infrastruktur. Dalam hal ini, perusahaan pembiayaan diberi kesempatan melakukan aktivitas seperti pembiayaan modal kerja, jual dan sewa balik, serta menjadi penyalur kredit program pemerintah. Ini menjadi kesempatan besar bagi perusahaan pembiayaan untuk meningkatkan pertumbuhan bisnis. Secara khusus, pasar pembiayaan infrastruktur dan UMKM merupakan pasar terbesar yang dapat dilirik, dan pelaku industri multifinance harus memperkuat modal dan kemampuan untuk memitigasi risiko. Sehingga, perusahaan pembiayaan yang memiliki kinerja keuangan yang sehat dan dipercaya pasar berpeluang untuk menjaring potensi dana repatriasi tax amnesty melalui penjualan surat utang. Ini menjadi peran penting dalam menghadapi tantangan pasar dan menjaga kepercayaan investor maupun bank. Untuk menjawab tantangan tersebut, pelaku industri harus mengambil langkah penting dan bertanggung jawab dalam menilai kinerja dan memperbaiki kualitas aset serta permodalan. Pada akhirnya, langkah berikutnya adalah perlu memperbaiki kinerja dan mempertahankan kualitas permodalan untuk menghindari sanksi regulator. Tidak hanya itu, pelaku industri harus memperluas lini bisnis dan mencari peluang baru dalam bisnis pembiayaan lain yang lebih menguntungkan.