Uob Pemangkasan Budget Bantu Meningkatkan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2016 mencatatkan perkembangan yang kuat, dengan Gross Domestic Product (GDP) tumbuh sebesar 5,18% secara year-on-year, meningkat dari 4,91% pada kuartal pertama tahun yang sama. Angka ini menjadi penunjuk konsisten dengan kondisi ekonomi di wilayah Asia Timur yang saat itu sedang mengalami tren menguat. Data ini diberikan oleh analisis dari UOB, sebuah lembaga ekonomi internasional yang mendalam dalam mengukur tren ekonomi Indonesia. Menurut analisis tersebut, pertumbuhan ekonomi ini didukung oleh kehadiran peningkatan konsumsi dalam dua segmen utama: konsumsi rumah tangga dan konsumsi publik. Angka pertumbuhan dari konsumsi rumah tangga mencapai 5,04% dari periode sebelumnya, yang merupakan peningkatan dari 4,94% pada kuartal pertama 2016. Sedangkan konsumsi publik tumbuh lebih cepat, dari 2,93% pada kuartal pertama menjadi 6,28% pada kuartal kedua 2016, menunjukkan perhatian pemerintah terhadap pengeluaran publik yang lebih signifikan pada periode tersebut.
Konsumsi rumah tangga merupakan faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan yang tumbuh lebih lanjut dari kuartal sebelumnya menggambarkan perbaikan dalam aktivitas keuangan warga. Selain itu, pertumbuhan di bidang fixed investment berjalan secara moderat, tumbuh sebesar 5,06% pada periode kuartal 2016, dengan angka kuartal sebelumnya sebesar 5,57%. Tapi, pertumbuhan di bidang ini tidak terlalu signifikan karena terus meningkat ke atas, tetapi masih tergantung pada kecukupan dana dari pengeluaran pemerintah. Ekspor barang dan jasa menjadi salah satu aspek yang mengalami kontraksi, dengan laju pertumbuhan yang terjadi dari kuartal 2016 sebesar 2,73% dari kuartal sebelumnya, serta tercatat penurunan dari -3,88% pada kuartal 1 dan -6,44% pada kuartal 4 tahun lalu. Penurunan ekspor ini mencerminkan adanya beban dari keadaan ekonomi yang terus menurun, terutama di wilayah ekspor yang tergantung pada pasar global.
Pemotongan anggaran yang diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada tanggal 28 Juni 2016, terkait rencana pemotongan tambahan pada anggaran tahun 2016, secara ekspektasi akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Semester 2 2016. Dalam penjelasan dari Ho Woei Chen, rencana ini menyebabkan penurunan dalam kepercayaan publik terhadap kekuatan ekonomi negara, namun pada masa lalu sudah mengakomodasi dengan penurunan pengeluaran yang telah diprioritaskan. Meskipun begitu, sebagian besar dampak dari rencana pemotongan ini akan terus mengganggu pertumbuhan ekonomi di masa depan. Jumlah pemotongan yang dijadikan perhitungan untuk tahun 2016 juga berangkat dari data sebelumnya, yang disetujui pada rencana tersebut menjadi 2,5% dari total GDP, meningkat dari 2,35% sebelumnya. Pemotongan ini tidak mencakup infrastruktur secara langsung, namun terdapat dampak yang dapat dilihat dari dampaknya pada pertumbuhan ekonomi. Penurunan anggaran juga akan memengaruhi perhitungan kebijakan pengeluaran, termasuk dalam keterangan keberhasilan pemerintah dalam menjaga defisit budget di 2016.
Di sisi lain, ekonomi Indonesia juga menghadapi tantangan dari pengawasan terhadap program pengampunan pajak. Program ini telah berakhir pada 31 Maret 2017, dan pada periode tersebut terjadi penurunan dalam kecepatan penginputan laporan harta kekayaan. Pada bulan Juli, jumlah laporan yang masuk mencapai Rp 3,77 triliun, dengan aset yang direpatriasi mencapai Rp 579 miliar (US$ 44 juta). Sementara itu, pemerintah menargetkan penerimaan sebesar Rp 1.000 triliun pada akhir periode program pengampunan pajak. Namun, kecepatan laporan yang masuk masih terlambat, dan dampaknya terlihat pada keberlangsungan pengeluaran dan pertumbuhan ekonomi di masa depan. Hal ini memperkuat perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan program pengampunan pajak, dan juga mengganggu pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Bank Indonesia telah menerbitkan kebijakan moneter yang cukup agresif, berfokus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, efek dari langkah-langkah ini dinilai belum mampu menyokong kecepatan pertumbuhan ekonomi. Namun, menurut Ho Woei Chen, hal ini bisa diperbaiki dengan memperhatikan kebijakan terkait arus masuk dana dari program pengampunan pajak. Dalam kesempatan ini, Bank Indonesia mengikuti perubahan suku bunga acuan pada 7-day reverse repo rate, yang mencerminkan kejadian inflasi yang rendah dan stabilnya nilai rupiah. Namun, perencanaan pertumbuhan ekonomi masih didukung oleh perbaikan peraturan moneter, dan memungkinkan pengaruh terhadap inflasi dan arus masuk dana di masa depan. Sebagai hasil, sejak pengumuman pemotongan anggaran, penurunan pada ekspansi ekonomi diperkuat oleh pertimbangan terhadap kebijakan pengeluaran pemerintah, serta pemantauan oleh pihak eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Baca Juga:
Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi di masa depan, kebijakan pemerintah harus terus mendorong pertumbuhan berkelanjutan dari berbagai aspek, mulai dari peningkatan keuangan, pengeluaran, serta pertumbuhan ekonomi di masa depan. Dari sisi ekonomi, peningkatan dari perhatian pemerintah terhadap pengeluaran publik dan ekonomi di masa depan sangat penting, terutama melalui rencana anggaran dan program keuangan yang lebih baik. Terdapat juga pengaruh terhadap pengambilan keputusan pemerintah terhadap kebijakan publik. Pengawasan terhadap program pengampunan pajak juga akan menjadi perhatian utama, dengan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi yang tidak pernah terlambat. Ini merupakan langkah-langkah penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi di masa depan. Penyelarasan antar kebijakan dalam pengeluaran, serta peningkatan kepercayaan publik akan mengarahkan pemerintah dalam memastikan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di masa depan.
