Blog Web & Deep Insights

Serapan Anggaran Rendah, Hipmi: Efisiensi atau Hambat Ekonomi?

Serapan anggaran rendah hipmi efisiensi Sejumlah daerah menahan diri dari pelaksanaan tender proyek karena kekhawatiran aparat penegak hukum mengkriminalisasi proses pengadaan yang dianggap menyimpang, meski belum ada putusan pengadlan. Ketua Umum HIPMI, Apriyani Kurniasih, mengatakan rasa takut itu muncul setelah sejumlah pejabat daerah menjadi tersangka tanpa kejelasan substansi kesalahan, sehingga membuat birokrasi berhenti bergerak. Ia meminta Presiden Joko Widodo segera menelaah lebih dari 100 regulasi daerah dan pusat yang dinilai berpotensi menjerat investor, seperti ketentuan pajak, perizinan, dan tata cara lelang yang sering berubah-ubah.

Jakarta—Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai serapan anggaran dan belanja modal pemerintah masih sangat rendah. Ketua Umum BPP Hipmi, Bahlil Lahadalia prihatin menemukan fakta bahwa sejumlah kepala daerah hanya berani membelanjakan anggaran hanya untuk membayar gaji pegawai.

“Kami sampaikan ke Bapak Presiden bahwa pengusaha dan kepala daerah tidak ada yang berani melakukan tender. Sebab sewaktu-waktu dapat dikriminalisasikan,” ujar Bahlil usai diundang makan siang bersama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka.

Bahkan, lanjut Bahlil, sejumlah daerah tidak melakukan tender sama sekali. “Mereka hanya bayar pegawai saja,” ujar Bahlil.

Hipmi pun meminta agar pemerintah pusat memberikan perlindungan hukum baik kepada pemerintah daerah maupun kepada pengusaha di daerah yang tengah menjalankan tender. Selain itu, Hipmi juga meminta kepada Presiden agar kembali mengkaji lebih dari 100 regulasi yang tidak berpihak kepada investasi.

“Selain itu, ada banyak regulasi yang tumpang tindih. Hipmi akan menginventarisir, mengkaji, dan nantinya kami akan ketemu Presiden lagi dan memberi laporan,” pungkas Bahlil.

Selain itu, Hipmi juga mendukung langkah-langkah pemerintah untuk mengakhiri kegaduhan hukum. Sebab kegaduhan ini telah menciptakan instabilitas dan menghambat pertumbuhan perekonomian.

“Politik kita sudah stabil, ekonomi ada sedikit riak-riaknya. Jangan sampai hokum kita gaduh dan membuat pengambil kebijakan menjadi panik terus ketakutan mengambil kebijakan,” pungkas Bahlil.

Exit mobile version