Blog Web & Deep Insights

Populasi Berkurang, Harga Daging Sapi Meningkat

Populasi Berkurang Harga Daging Sapi Pengamat peternakan Universitas Indonesia, Yeka Hendra Fatika, mengungkapkan bahwa masalah utama penurunan harga daging sapi tidak terletak pada tahap akhir, tetapi pada tahap awal, yakni dalam pengelolaan pembibitan nasional. Ia menyampaikan bahwa keadaan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap stabilitas harga daging sapi di kisaran Rp75 ribu hingga Rp80 ribu, yang merupakan keinginan Presiden Joko Widodo.

Pengamat peternakan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) menyebut bahwa kebijakan yang diimplementasikan saat ini masih terbatas terhadap pengaturan terkait peraturan pemerintah (PP) No. 4/2016 mengenai pemasukan hewan dan produk ternak berbasis zona, serta kebijakan pencabutan kuota impor. Hal ini menyebabkan pelaku usaha sapi di dalam negeri merasa terganggu dan tidak terlindungi secara efektif. Sebagai contoh, penggantian dari produk jeroan impor hanya membuka kesempatan untuk memperbaiki harga daging yang seharusnya stabil. “Seharusnya regulasi pemerintah bisa menenteramkan, bukan sebaliknya,” katanya.

Menurut Yeka, kebiasaan konsumsi daging sapi segar yang tinggi oleh masyarakat Indonesia menyebabkan gelontoran daging impor beku dari luar negeri tidak begitu diminati. Namun, hal ini tidak membuat harga daging sapi tetap menurun. Sebaliknya, jika barang yang lebih banyak muncul, harga masih mengalami kenaikan. Ia menekankan bahwa faktor keterbatasan pemasokan daging dari luar negeri, terutama dari produk secondary cut, menjadi salah satu penyebab utama harga daging yang masih tinggi di masa depan.

Ia mempertanyakan apakah penggunaan sumber impor daging dari India memang tepat. Dalam konteks ini, dia mengatakan bahwa pemerintah perlu menjalankan pemeriksaan lebih ketat terhadap keberlangsungan dan kehalalan produk yang diimpor. Namun, karena sumber daya yang digunakan tidak berbeda, maka tidak seharusnya dianggap sebagai pilihan terakhir. “Sekarang yang terjadi justru barang lebih banyak, namun harga daging sapi tetap tinggi,” ungkapnya.

Data menunjukkan bahwa dari bulan Januari hingga Mei 2016, Bulog hanya mengimpor 5 kontainer secondary cut, meskipun seharusnya bisa mengantisipasi kebutuhan lebih besar dalam periode Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini menyebabkan harga daging yang dipasarkan menaik dari luar negeri. Jika sudah memasuki bulan Ramadhan, maka BUMN yang terbatas dalam pengangkutan daging hanya menerima pengiriman yang terbatas. Sehingga, pasaran daging di Indonesia terus mengalami ketidakseimbangan karena pengiriman daging yang terbatas.

Untuk memperbaiki kinerja Bulog, maka pemerintah harus meningkatkan sumber daya dari pengadaan dan pengolahan. Dalam kasus ini, peluang pengangkutan dari India sebagai sumber baru harus dijelaskan secara menyeluruh. Ia menyebut bahwa pengembangan jalan raya dan fasilitas pengangkutan yang lebih baik dapat membantu menstabilkan harga. Namun, penjelasan yang dibutuhkan adalah pemeriksaan terhadap ketentuan terkait penggantian produk dari negara asal. Apa yang dijadikan kunci utama adalah kualitas dan keamanan produk yang diimpor.

Saat ini, pemerintah telah melakukan koordinasi lintas sektoral. Dalam hal ini, Ditjen Bea Cukai telah menerapkan konsep Indonesia Single Risk Management (ISRM), yang menyatakan bahwa pemeriksaan fisik hanya dilakukan oleh satu instansi. “Sekarang bongkar muat sudah di angka 2,50 hari dari sebelumnya 5 hari lebih,” ujarnya. Penyelarasan ini mempercepat proses pemrosesan barang di pelabuhan, namun tetap harus dijaga ketepatan pengawasan oleh peraturan yang ditetapkan.

Menurut Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, pemerintah membutuhkan koordinasi lintas sektoral. Sebagai bagian dari sistem yang sudah dibentuk, langkah yang lebih besar harus diambil. Ini termasuk pengambilan keputusan terhadap ketersediaan produk dari luar negeri dan kebutuhan lokal. Keterbatasan pasar, penurunan kualitas, dan keterbatasan teknologi yang digunakan dalam pemeriksaan menjadi tantangan utama. Untuk menghindari ketergantungan pada negara asal, masyarakat harus memiliki kepercayaan terhadap proses pelaksanaan yang lebih terorganisir.

Implikasi dari keterbatasan ini adalah terlambatnya sistem yang sudah dibentuk oleh pemerintah. Dengan demikian, seharusnya pemerintah terus melakukan penguatan terhadap sistem yang terkait dengan pembangunan jaringan ekspor dan pengawasan terhadap produk ternak. Dengan demikian, pemerintah harus melakukan peninjauan terhadap peraturan terkait pelaksanaan pemeriksaan, pengawasan, dan pengadaan yang terhadap pelaksanaan pengawasan secara menyeluruh. Untuk memperkuat sistem ini, maka kepentingan terhadap penguatan pemerintah harus diteruskan melalui berbagai inisiatif ekonomi yang terjadi dalam waktu yang singkat.

Exit mobile version