Perbaikan Judul Berita Yang Telah Bank Indonesia (BI) menilai dua indikator ekonomi Indonesia yang diyakini mampu mengatasi dampak dari kebijakan Bank Sentral AS (The Fed) terkait suku bunga acuan yang direncanakan akan naik tiga kali pada tahun 2017. Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengungkapkan bahwa kedua indikator tersebut adalah inflasi dan ekspor, yang secara khusus menjadi fokus dalam perhitungan kebijakan moneter untuk memastikan ekonomi Indonesia tetap mengalami pemulihan meskipun suku bunga AS meningkat.
Menurut Mirza, jika inflasi dan kontribusi ekspor berjalan baik, maka kenaikan tiga kali suku bunga Federal Reserve (Fed) pada tahun 2017 tidak akan menghambat pemulihan ekonomi domestik. Ini karena biaya yang lebih tinggi dari suku bunga acuan tersebut dapat memengaruhi kinerja perbankan serta transmisi kebijakan moneter secara keseluruhan. Namun, terdapat risiko inflasi meningkat akibat kebijakan pemerintah yang diatur oleh badan-badan administratif atau kebijakan seperti penurunan subsidi APBN, yang bisa menggerakkan laju inflasi sebesar 2017. Ini juga mengungkapkan bahwa jika pemerintah terus menaikkan tarif tenaga listrik dan harga gas, maka dampaknya akan dijaring dalam angka inflasi yang dilihat pada tahun tersebut. Mirza juga menyampaikan bahwa jika inflasi terus meningkat, maka perbankan akan sulit untuk menurunkan suku bunga kredit, sehingga mengakibatkan penurunan efisiensi dari transmisi dari pelonggaran kebijakan moneter yang telah mencapai 150 basis points atau 1,5% pada 2016. Ini menunjukkan bahwa pemerintah perlu terus memperhatikan pengurangan suku bunga kredit, serta efek dari kebijakan terhadap sistem perbankan di Indonesia.
Mengutip data yang diberikan oleh The Fed pada Rabu (14/12) lalu, pemerintah memiliki kesempatan untuk menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali dalam 2017, lebih dari pernyataan sebelumnya yang hanya dua kali. Dalam kesempatan tersebut, The Fed memberikan sinyal bahwa suku bunga acuan meningkat menjadi 0,5-0,75%. Ini menunjukkan bahwa terdapat variasi dalam pergerakan suku bunga pada level pasar, dan penting bagi BI dan pemerintah untuk mengambil kebijakan berbasis data terkini yang diambil dari sinyal pasar, serta data ekonomi yang dihasilkan dari pemantauan ekspor dan inflasi. Karena itu, pemerintah terus mendorong koordinasi dengan BI agar dapat menjaga laju inflasi pada kisaran 4% plus minus 1% pada tahun 2017. Perubahan kebijakan ini mengacu pada kejadian ekonomi yang terus berlangsung dan perlu didukung oleh kebijakan ekspor yang terus meningkat, yang didorong oleh pemulihan harga komoditi di pasar global.
Baca Juga:
Pada pengembangan ekspor, Mirza menilai bahwa pemulihan ekonomi Cina merupakan salah satu mitra dagang yang terbesar terhadap Indonesia. Perkembangan ekspor yang didukung oleh perbaikan ekonomi Cina di tahun 2017 sangat menarik karena dapat memberikan sumber daya ekspor yang terus meningkat. Ini menunjukkan bahwa perbaikan ekspor dapat digunakan sebagai satu-satunya indikator penting untuk memperoleh perkembangan ekonomi yang mengalami pemulihan secara global. Karena ini, BI dan pemerintah terus bekerja bersama untuk mendukung kebijakan ekonomi yang dapat memperkuat stabilitas ekonomi Indonesia. Selain itu, Mirza juga mengungkapkan bahwa jika inflasi dan ekspor ini membaik, maka meskipun suku bunga Federal Reserve naik, pemulihan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut.
Menggambarkan lebih dalam, penilaian ini mengacu pada faktor-faktor ekonomi yang memperkuat kembali pemulihan ekonomi Indonesia meskipun di tengah kebijakan moneter yang menekan. Kinerja perbankan pun menjadi sangat penting dalam sistem ini karena pengurangan suku bunga kredit dapat membantu mempercepat pengembalian jaringan kredit kepada masyarakat, serta mengurangi efek dari penurunan pengeluaran dari masyarakat terhadap penggunaan uang. Namun, jika inflasi terus meningkat, maka efisiensi dari perbankan akan menjadi lebih terbatas karena bunga kredit menjadi lebih tinggi dan mempengaruhi kegiatan masyarakat. Dari penjelasan ini, BI dan pemerintah tetap harus berkoordinasi dalam mengambil kebijakan yang dapat memastikan keterhubungan dan keamanan ekonomi Indonesia. Penyusunan dan koordinasi terhadap kebijakan ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa kebijakan moneter tidak menjadi sumber kecemasan dalam kehidupan masyarakat, namun juga menjadi jembatan bagi pemulihan ekonomi yang terus berjalan.
