Kredit Pertanian Meningkat 19 30 Sejak beberapa tahun lalu, peran sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional menjadi semakin penting, terutama dalam konteks penguatan kedaulatan pangan. Tindakan ini ditangani secara serius oleh sejumlah pihak, termasuk perbankan yang menghadirkan perhatian terhadap keberlanjutan sektor pertanian. Dalam konteks ini, terus berkembangnya program pemerintah untuk meningkatkan kedaulatan pangan memberikan peluang bagi sektor pertanian untuk diterapkan secara lebih efisien dan berkelanjutan. Namun, peran perbankan dalam menyediakan kredit terhadap sektor pertanian tidak mudah dijalankan, karena banyak faktor yang memengaruhi keberlanjutan dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi finansial.
Pada periode Januari hingga Maret 2016, penyaluran kredit bank umum terhadap sektor pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 19,30%, mencapai nilai Rp252,96 triliun dari Rp212,04 triliun pada Maret 2015. Angka tersebut mencerminkan langkah strategis bank-bank besar dalam mengalokasikan sumber daya kredit demi mendukung kebutuhan pertanian. Meski jumlah kredit yang dialokasikan meningkat, perbankan juga menghadapi tantangan dalam menghadapi isu kredit bermasalah. Tidak hanya meningkatnya angka kredit bermasalah sebesar 16,88% hingga mencapai Rp5,01 triliun, tetapi rasio NPL (Non Performing Loan) masih terjaga di angka 1,98%, yang jauh dibawah standar 5% yang ditetapkan oleh regulator. Meski terlihat stabil, rasio ini perlu dipertimbangkan lebih dalam, mengingat potensi risiko kredit yang berkelanjutan.
Baca Juga:
Permasalahan yang dihadapi sektor pertanian bukan hanya pada jumlah kredit yang diterima, tetapi juga pada sumber lahan pertanian yang terus menurun. Karena itu, berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015–2029, permasalahan utama dianggap terjadi akibat penurunan luas lahan pertanian produktif. Dalam konteks ini, konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian terjadi secara masif, mengganggu pertumbuhan produksi pangan. Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Rahmat Waluyanto menyoroti bahwa permasalahan ini merupakan ancaman serius bagi kedaulatan pangan nasional, dan harus dihadapi secara proaktif.
Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS), luas daratan Indonesia mencapai sekitar 191,09 juta hektar. Namun, dari jumlah tersebut, sebanyak 95,81 juta hektar telah digunakan untuk pertanian, sementara sisanya berupa lahan cadangan yang masih potensial digunakan. Setidaknya sebagian besar lahan tersebut dijadikan tempat pengembangan pertanian secara professional, tetapi ketersediaan lahan secara bersih masih terbatas. Dalam konteks ini, lahan cadangan yang belum dimanfaatkan dapat menjadi sumber daya penting jika dikelola secara bijak. Namun, permasalahan lain yang harus dihadapi adalah kelemahan pada sistem yang mendukung pertanian, termasuk ketidakberkualitasan hasil ekonomi yang diperoleh petani.
Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) hingga Mei 2016 meningkat secara perlahan, mencapai angka 101,55, dengan pertumbuhan sebesar 0,32% dibandingkan bulan sebelumnya. Kenaikan ini dikarenakan faktor indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan 0,42%, lebih besar dari pertumbuhan yang dibayar petani sebesar 0,10%. Regional, Kalimantan mengalami kenaikan terbesar sebesar 1,13%, sedangkan Banten mengalami penurunan terbesar sebesar 1,35%. Dengan menghitung NTP secara berkembang, data ini menunjukkan perbedaan tingkat harga yang diambil petani dalam transaksi ekonomi dengan berbagai penghasilan dan kebutuhan pangan. Angka ini memiliki nilai penting dalam menilai daya beli petani yang berkontribusi pada pertumbuhan pangan.
Seiring berkembangnya ekonomi dan perekonomian di Indonesia, keterbatasan sumber daya tanah menjadi masalah yang menaruh fokus pada keberlanjutan sektor pertanian. Namun, penyebaran kredit yang lebih luas oleh perbankan telah menyembuhkan sebagian dari masalah ini, terutama pada peningkatan jumlah kredit yang diterima. Namun, perhatian terhadap rasio kredit bermasalah tetap menaruh perhatian besar oleh pihak regulator. Oleh karena itu, perlu diambil langkah strategis yang lebih intensif dan transparan dalam memberikan kredit kepada sektor pertanian, termasuk dengan pengawasan ketat terhadap pengeluaran dan kredit bermasalah. Langkah ini penting bagi masyarakat dalam melindungi kebutuhan pangan dan menjaga ketahanan ekonomi nasional.
