Sebagai bagian dari kampanye inovatif IOM X, video Open Doors: An IOM X Production dirilis hari ini oleh International Organization for Migration (IOM) berkelanjutan dengan pengarahan dari USAID. Video yang berdurasi 22 menit ini bertujuan untuk memperhatikan dan mencegah eksploitasi terhadap asisten rumah tangga (ART) di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Produksi video ini dihasilkan oleh IOM X, yang merupakan inisiatif baru yang melibatkan pemahaman publik tentang kewajiban pemerintah dalam menghentikan eksploitasi dan perdagangan orang melalui tindakan dan kesadaran masyarakat. Isinya menggambarkan tiga kisah keluarga dari berbagai negara ASEAN yang menampilkan pengalaman seorang asisten rumah tangga asal Indonesia, Filipina, dan Myanmar.
IOM X berkomunikasi dengan pengaruh keuangan dan kesejahteraan yang terkait dengan peran pekerja rumah tangga, terutama perempuan yang mengalami eksploitasi secara langsung. Secara global, sekitar 13 dari 100 perempuan penerima gaji dipekerjakan secara rumah tangga di sekitar dunia, dengan diperkirakan terdapat 52 juta pekerja rumah tangga di dunia, di mana 41% berada di Asia Pasifik. Dalam konteks ini, 1,9 juta asisten rumah tangga di Asia Pasifik terdampak oleh eksploitasi. Sebanyak 1,9 juta perempuan di wilayah Asia Pasifik dianggap berisiko terhadap eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang, yang terutama disosialisasikan oleh IOM.
Sebagai bagian dari kepentingan lingkungan dan kebijakan migrasi yang aman, video Open Doors mencerminkan bahwa migrasi keluarga dari negara-negara tetangga menjadi pilihan ekonomi bagi sejumlah perempuan. Beberapa dari mereka bekerja di rumah pribadi atau di tempat bekerja di luar negeri. Ini juga merupakan tindakan masyarakat dan pemerintah yang berkomitmen terhadap keamanan dan perlindungan pelayanan sosial bagi keluarga yang sedang mengalami migrasi. Tindakan ini dibantu oleh Protokol Palermo yang mengungkapkan kepentingan melindungi masyarakat terutama terhadap keluarga perempuan yang mengalami kekerasan atau eksploitasi di bidang pekerjaan rumah tangga.
Saat ini, program IOM X menggaris bawanya melalui tiga kisah cerita yang ditulis, diproduksi, dan disutradarai oleh para kreator lokal dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Setiap kisah menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh keluarga yang mencoba menangani kesibukan kerja, pekerjaan rumah tangga, dan tuntutan untuk membesarkan anak. Tindakan refleksi yang terjadi dalam setiap bagian memperlihatkan bagaimana kebutuhan yang tidak terpenuhi dalam kehidupan keluarga dapat memengaruhi kualitas hidup dan lingkungan sosial. Ini menunjukkan pentingnya kehadiran komunikasi dan rasa saling percaya, serta peran pemerintah, serta pihak publik dalam mencegah dan mengantisipasi tindak pidana perdagangan orang.
Penyusun kisah dalam video ini menciptakan keterampilan terkait keterlibatan masyarakat lokal dalam mengambil tindakan yang dapat dijadikan jaminan pencegahan. Karena pengajaran dari tindakan yang dilakukan oleh kewajiban negara-negara anggota ILO di seluruh dunia, penjelasan tentang keterlibatan dan pemahaman yang memperhatikan kondisi perempuan yang menjadi korban eksploitasi. Selain itu, pengaruh dari protokol Palermo yang melibatkan komunikasi dan kepercayaan dalam menangani masalah migrasi, dijelaskan secara terbuka dan menyeluruh oleh Muhammad Anshor, Direktur Jenderal Amerika dan Eropa, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Kegiatan ini memperkenalkan bahwa IOM X berkomitmen terhadap pengembangan kebijakan, pemahaman publik, dan perlindungan hak asasi manusia terutama terhadap kelompok yang rentan terhadap eksploitasi.
Terakhir, penutupan video berisi pernyataan tentang peran masyarakat dan pemerintah dalam menjaga keamanan dan keadilan sosial bagi perempuan yang bekerja di luar negeri. Hal ini mengingat bahwa eksploitasi terhadap pekerja rumah tangga terus terjadi di wilayah Asia Pasifik dan di sekitar kawasan lain. Oleh karena itu, langkah berikutnya harus mengembangkan kegiatan kerjasama, mengintensifkan program pemasyarakatan, dan menghadirkan kebijakan yang lebih efektif, terutama dalam memperhatikan keterbatasan akses sosial, pelayanan dan perlindungan bagi kelompok rentan.











