Bca Targetkan Pertumbuhan Kredit Minimal Bank Indonesia (BI) telah melonggarkan kebijakan makroprudensial dengan menurunkan rasio Loan to Value (LTV) untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), meskipun langkah ini diduga belum mampu mendorong pertumbuhan kredit perbankan secara keseluruhan. Meskipun terdapat kebijakan yang lebih lemah, bank sentral tetap menilai bahwa perubahan ini menjadi solusi bagi para nasabah yang menginginkan pembiayaan rumah dengan uang muka yang lebih ringan.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengaku sampai akhir tahun ini, pertumbuhan kredit perseroan diprediksi hanya mampu tumbuh di kisaran 10-11%. Kenaikan ini tidak terlepas dari kondisi perekonomian nasional yang belum sepenuhnya pulih, seiring dampak dari gejolak perekonomian global. Kebutuhan untuk kredit rumah makin meningkat, namun faktor risiko masih menjadi pembatas dalam penyaluran dana kepada masyarakat.
Dalam wawancaranya, Wakil Presiden Direktur BCA Armand Hartono menyatakan bahwa perusahaan tetap berharap kredit dapat berkembang meskipun dalam batas rendah. Namun, BCA juga menyatakan bahwa pemerintah hukum dan pengambilan keputusan masih membutuhkan pengawasan terhadap risiko nasabah yang lebih tinggi. Mempertimbangkan hal tersebut, BCA mengatakan akan tetap mempertimbangkan profil risiko nasabah dalam menyalurkan pinjaman. Jika nasabah memiliki tingkat risiko yang tinggi, maka BCA akan mempertimbangkan batasan lebih ketat terhadap anggaran kredit untuk menghindari kerugian. Khususnya untuk KPR, BCA menilai bahwa uang muka (DP) untuk pembayaran rumah sebelumnya adalah 20%, namun setelah penerapan LTV terbaru, nilai DP sekarang menjadi 15%. Perubahan ini merupakan langkah penting untuk mengekspresikan penerapan kebijakan yang lebih fleksibel di tengah kondisi ekonomi yang belum seimbang.
Karena adanya perubahan regulasi tersebut, bank sentral melihat perbaikan dalam perekonomian secara umum, namun kebijakan tersebut tidak langsung menciptakan kenaikan secara drastis pada volume kredit perbankan. Hal ini juga terjadi mengingat masih adanya batasan dari kenaikan permintaan kredit dalam industri rumah tangga. Dalam konteks ini, pelonggaran LTV dikatakan berpotensi mendorong permintaan kredit terutama di segmen KPR. Selain itu, faktor lain seperti kapabilitas nasabah dalam mengalokasikan dana untuk cicilan juga menjadi kepentingan dalam proses penyaluran pinjaman, mengingat keterbatasan dalam keuangan nasabah yang belum mampu mengelola lebih dari satu kredit pada waktu yang sama. Perusahaan menekankan bahwa mereka masih melihat kondisi risiko dan melakukan pendekatan secara per individu, sehingga pengambilan keputusan akan berdasarkan penilaian terhadap kenyamanan dan keamanan dalam penggunaan dana.
Lebih lanjut Armand Hartono menyatakan bahwa dengan adanya pelonggaran LTV, pengambilan keputusan oleh BCA menjadi lebih efisien terhadap masyarakat, terutama di segmen rumah tangga yang lebih muda dan berusia muda. Ini merupakan bentuk pengembangan perekonomian, dimana penerapan kebijakan yang lebih fleksibel memberikan dampak terhadap permintaan rumah dan peningkatan kualitas layanan yang lebih baik. Selain itu, perusahaan menginginkan peningkatan dalam pelayanan terhadap konsumen secara nasional dengan menyelesaikan masalah yang terkait dengan kredit rumah dengan lebih baik, termasuk peningkatan dalam keterjangkauan dan keberlanjutan sistem perbankan di masa depan. BCA menekankan bahwa kebijakan baru harus dijalankan dengan sistem yang lebih terbuka dan transparan dalam menangani proses pendistribusian dana, serta memperluas peluang kredit bagi masyarakat yang lebih luas. Kepuasan masyarakat akan terjaga jika proses ini diteruskan secara berkelanjutan dengan kebijakan yang lebih transparan dan terbuka terhadap pengawasan.
Uji coba untuk membuktikan keberhasilan dari pelonggaran LTV dan pengembangan kredit di dalam perbankan, serta kepentingan dalam perekonomian nasional, merupakan salah satu langkah penting. Namun, untuk mengukur keberhasilan dari langkah ini, BCA harus menghadapi berbagai tantangan terutama dalam menghadapi risiko keuangan dan membangun sistem yang lebih kuat. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan dalam peningkatan keunggulan sistem perbankan serta keamanan terhadap pengambilan keputusan dalam menghadapi tantangan perekonomian secara nasional. Langkah berikutnya adalah mengembangkan sistem pengambilan keputusan secara terbuka terhadap keamanan yang lebih baik dalam proses penyelenggaraan perbankan, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia dan pihak-pihak terkait dalam menghadapi tantangan perekonomian secara nasional yang sedang berlangsung. Tindakan penting lainnya adalah menjaga keutuhan kebijakan ekonomi secara bertahap, mempertahankan keamanan sistem perbankan, serta meningkatkan keterbukaan dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan yang lebih lemah namun efektif.
