Apln Terima Surat Pencabutan Izin Pada tanggal 2 Juli 2016, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) bersama anak perusahaan PT Muara Wisesa Samudra (MWS) dan PT Kencana Unggul Sukses mengklaim belum menerima surat pencabutan izin reklamasi Pulau G yang dikeluarkan oleh DKI melalui SK Gubernur no 2238 tahun 2014. Hal ini menggambarkan ketidaksesuaian antara perkembangan proyek dengan hasil evaluasi yang dikeluarkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya serta tim gabungan yang melakukan kajian lingkungan.
Dalam keterangan yang diterbitkan, Chief Executive Officer MWS, Halim Kusuma, menyatakan bahwa seluruh proses desain, pelaksanaan, dan implementasi reklamasi Pulau G telah memenuhi semua persyaratan hukum dan mengambil keputusan dengan memperoleh perizinan yang diperlukan. Proses tersebut dilakukan oleh konsultan ahli internasional berpengalaman, terutama Royal Haskoning DHV, yang memiliki lebih dari 135 tahun pengalaman dalam bidang perencanaan geografis dan teknik konstruksi. Konsultan ini terbukti dalam proyek lainnya seperti Palm Jumairah di Dubai. Selain itu, proyek ini terlibat dua kontraktor Internasional asal Belanda, yaitu Boskalis dan Van Oord, yang memiliki pengalaman berharga dalam proyek pelayaran dan pembangunan infrastruktur laut.
Dalam menjelaskan teknis pembangunan Pulau G, Halim Kusuma mengatakan bahwa sejak dimulainya proses konstruksi sampai pengelolaan di lapangan, sudah dilakukan survei lapangan yang melibatkan berbagai metode seperti batimetri, pinger, dan soil test. Hasil dari survei tersebut menunjukkan bahwa tidak ditemukan kabel listrik, pipa gas, atau benda-benda logam lainnya di dalam konsesi Pulau G. Hal ini menjadi indikasi bahwa area tersebut tidak mengganggu sistem infrastruktur penting. Selain itu, jarak antara Pulau G dan pipa gas milik PLN yang semula berjarak 25 meter, telah mengalami perubahan setelah kajian lanjut oleh pemerintah DKI Jakarta, menjadi 50 meter atau lebih. Perubahan ini menjadikan jarak yang lebih jauh sejauh 75 meter, yang berarti jarak antara Pulau G dan pipa gas meningkat. Dari hasil pemaparan, Pulau G juga digunakan untuk pengembangan kanal selebar 300 meter, yang memperbaiki akses laut dan mengurangi gangguan terhadap jalur kapal di kawasan tersebut.
Dalam konteks lingkungan, informasi yang diberikan oleh Direktur Jenderal Planologi Hutan dan Tata Lingkungan KLHK San Afri Awang menekankan bahwa pembangunan Pulau G tidak memperhatikan tata kelola lingkungan hidup. Awang menyatakan bahwa pembangunan Pulau G mengguncang biota laut sekitar dan mematikan ketahanan lingkungan secara keseluruhan. Dalam keterangan tersebut, hasil dari pemaparan evaluasi di lapangan menunjukkan bahwa Pulau G mengganggu aktivitas laut dan jalur kapal di kawasan tersebut. Sebagai tambahan, awalnya ditemukan adanya adanya pelanggaran berat dalam proses evaluasi lingkungan, dengan pembangunan Pulau G bersinggungan dengan jalur kabel listrik, pipa gas, dan aktivitas Pembangkit Listrik Muara Karang yang menyuplai hampir sebagian listrik untuk kota Jakarta. Penanganan ini telah dikatakan memengaruhi pentingnya sistem pelayanan listrik dan pemberian listrik di wilayah tersebut.
Baca Juga:
Di tengah keterbatasan dalam mengawasi perencanaan dan evaluasi proyek, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyatakan bahwa kesepakatan pembatalan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta didasari oleh hasil evaluasi yang menemukan adanya pelanggaran berat. Dalam penjelasan tersebut, disebutkan bahwa pembangunan Pulau G mengganggu proyek vital dan strategis di kawasan tersebut. Sejumlah pelanggaran yang diidentifikasi termasuk mengganggu jalur kabel listrik, pipa gas, dan aktivitas pembangkit listrik Muara Karang. Pemakaian Pulau G juga menimbulkan ketidaksesuaian dengan jalur kapal di wilayah tersebut. Dalam penjelasan terkait, pihak pemerintah memastikan bahwa hasil dari kajian tersebut menunjukkan bahwa Pulau G memang mempunyai dampak yang signifikan pada lingkungan secara keseluruhan. Namun, terdapat juga kesenjangan antara penjelasan dari pihak pemerintah dan pengungkapan kebenaran yang dijadikan bahan diskusi.
Seiring dengan pengumuman penghentian proyek reklamasi Pulau G, tidak ada penjelasan yang menyatakan bahwa pelaksanaan proyek ini telah selesai. Karena itu, keberadaan Pulau G dan proses pembangunannya dianggap membutuhkan perhatian terhadap aspek hukum, lingkungan, dan keselamatan publik. Sebagai tambahan, pernyataan tersebut menunjukkan bahwa perencanaan terdapat kebutuhan untuk mengawasi setiap langkah dalam proyek pembangunan ekstensif, terutama di wilayah strategis seperti Teluk Jakarta. Dalam konteks ini, kebijakan pemerintah yang lebih ketat dalam mengawasi dan mengambil keputusan berdasarkan kajian menyiratkan bahwa proses pemanfaatan tanah dan lautan tidak boleh disalahkan dengan kualitas dan ketahanan lingkungan yang diperlukan. Namun, perlu dilakukan upaya yang lebih lanjut terkait dengan rekomendasi pembangunan atau pembatangan lainnya. Hal ini harus diingat bahwa perencanaan proyek di wilayah strategis perlu dibantu oleh pihak pemerintah terkait dengan kawasan, kebijakan, pengawasan, serta penegakan kebenaran.
