Tax Amnesty Tidak Hanya Jebakan Menkeu Bambang Brodjonegoro memberikan pernyataan bahwa kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang sedang dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) di Komisi I DPR RI tidak berpotensi menjadi “jebakan Batman”, menurut penjelasan yang didukung oleh kebijakan pemerintah untuk menarik dana dari wajib pajak yang menyimpan kekayaan di luar negeri.
Saya tegaskan bahwa tax amnesty bukan jebakan Batman, yakni menarik wajib pajak di luar negeri terus kita kenakan macam-macam, kata Menkeu. Menurut dirinya, kebijakan ini merupakan program repatriasi yang bertujuan untuk memulai pengungkapan dan pemanfaatan dana yang disimpan di luar negeri, yang selama ini tidak tercatat dalam sistem pemeriksaan pajak seperti SPT tahunan. Dengan kata lain, pengampunan pajak ini bukan merupakan pengejaran terhadap keberadaan orang yang mungkin terlibat dalam masalah hukum atau pemerintahan lain, namun justru merupakan pengembangan kebijakan fisik terhadap pemerintahan yang menjamin keberlanjutan pajak dengan transparansi yang jelas dan aman dari risiko kejahatan pajak.
Menurut Menkeu, data-data wajib pajak untuk keperluan tax amnesty tidak bisa dijadikan alat bukti, data awal penyelidikan, atau untuk keperluan pengadilan lainnya. Dengan demikian, wajib pajak akan menjalani proses pelaporan secara langsung yang berisi data yang dapat diserahkan ke pemerintah secara akurat dan bebas, sehingga menjadikan penerimaan keberadaan dari perusahaan perusahaan yang tidak dinyatakan dan rekening di luar negeri yang masih terkait dengan kegiatan ekonomi atau investasi. Kegiatan ini juga berdasarkan pengembangan peraturan pemerintah terhadap keberadaan aset dan kekayaan yang terkandung dalam data sistem yang dibuka secara terbuka dan berdasar pada data internal pemerintah.
Saat itu, Menkeu menyatakan bahwa semangat tax amnesty adalah repatriasi, menarik masuk dana-dana dan kekayaan wajib pajak yang disimpan di luar negeri yang selama ini tidak dilaporkan dalam surat pemberitahunan (SPT) tahunan pajak. Hal ini merupakan bagian dari mekanisme pengembangan sistem pajak secara masif yang memperkuat kebijakan keberlanjutan pajak secara internasional. Dari data yang dibawa, menurut Menkeu, terdapat 214.488 perusahaan cangkang (special purpose vehicle/SPV) dan 6.519 rekening di luar negeri yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan belum dicatatkan asetnya. Nilai kekayaan tersebut mencapai lebih dari Rp 11.450 triliun selama periode 1995-2015. Dari data ini, terdapat penjelasan bahwa kebijakan ini membutuhkan pendekatan yang transparan dan terstruktur, serta pengawasan yang tepat terhadap keberadaan perusahaan dan rekening tersebut dalam sistem administratif pemerintah.
Dengan kata lain, Menkeu menjamin bahwa setelah wajib melaporkan dengan benar kekayaannya, mereka akan merasa lega dan bebas menginvestasikan dana tersebut ke mana saja tanpa ketakutan diperiksa aparat pajak. Ini merupakan upaya terhadap kebijakan ekonomi yang memungkinkan pengembangan kinerja keuangan dan peraturan pajak yang berkelanjutan. Namun, Menkeu tetap menjelaskan bahwa tax amnesty ini hanya terkait pajak, tidak menghilangkan unsur hukumnya jika wajib pajak tersangkut masalah hukum seperti kasus BLBI. Dengan demikian, kebijakan ini tidak dianggap sebagai pilihan penuh yang mungkin melahirkan ketidakamanan atau keberagaman hukum, tapi tetap membutuhkan pengawasan dan pengujian yang ketat terhadap wajib pajak yang masih dalam keadaan tertentu terkait hukum.
Pada penutupan akhir, Menkeu menjelaskan bahwa berdasarkan data internal pemerintah, ada 214.488 perusahaan cangkang (special purpose vehicle/SPV) dan 6.519 rekening di luar negeri yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan belum dicatatkan asetnya. Nilai lebih dari Rp 11.450 triliun selama periode 1995-2015. Ini merupakan bukti yang menunjukkan keberadaan dan potensi penerapan kebijakan yang lebih terbuka dan terkendali. Sebagai bagian dari pendekatan terhadap kebijakan ekonomi yang mengembangkan sistem yang berkelanjutan, pemerintah berharap kebijakan tax amnesty dapat menjadi alat peningkatan keberlanjutan dan transparansi dalam sistem administrasi pajak. Tindakan ini tidak bisa dianggap sebagai pembenaran untuk menyembunyikan keberadaan kekayaan, tapi sebagai langkah yang memperkuat keberadaan pemerintah dalam menjaga kepatuhan hukum dan keberlangsungan sistem pengelolaan keuangan yang terbuka dan berkelanjutan.
