Tax amnesty dinilai kurang efektif Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) menilai, rencana pemerintah untuk menerapkan tax amnesty atau pengampunan pajak bukanlah solusi yang tepat apabila tujuan pemerintah adalah menarik dana yang ada di luar negeri (repatriasi dana). Anggota Komisi XI DPR, Mulyadi, menyatakan kebijakan tersebut hanya akan memberi ruang bagi wajib pajak untuk menghindari sanksi tanpa menjamin perputaran dana kembali ke sektor riil domestik. Ia menegaskan, tanpa kebijakan pendukung seperti peningkatan pelayanan pajak dan insentif investasi jangka panjang, tax amnesty berisiko menjadi program berulang yang gagal mengejar target penerimaan negara.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam, di Jakarta, Senin, 9 Mei 2016. Menurutnya, jika tujuan pemerintah adalah menarik dana yang ada di luar negeri maka seharusnya yang dilakukan pemerintah adalah perbaikan infrastruktur.
“Jadi bukan fasilitas pajak yang dipertanyakan, tapi situasi ekonomi, dan perbaikan infrastruktur, dengan begitu dana itu akan datang sendiri nantinya,” ujar Ecky.
Terlebih, kata dia, pada 2018 mendatang Indonesia akan mengimplementasikan pertukaran data perbankan dan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI), yang memungkinkan pemerintah untuk menarik dana lebih banyak lagi dari luar negeri.
“Jadi kalau memang akan dibuka itu (data informasi perpajakan), kenapa sekarang dikasih tax amnestynya. Kita bukan tidak setuju tax amnesty. Tapi tax amnesty harus dijadikan instrumen reformasi perpajakan,” tukasnya.
Dia mengungkapkan, bahwa kebijakan tax amnesty ini telah dilakukan oleh banyak negara lain, namun ada sebagian yang berhasil dan ada juga yang gagal. Kebanyakan, tujuan diterapkannya tax amnesty adalah untuk menambah penerimaan pajak serta menutup kekurangan (shortfall) pajak.
Kendati demikian, lanjut dia, penerapan tax amnesty dianggap kurang berdampak signifikan terhadap shortfall pajak tahun ini yang diperkirakan mencapai Rp200 triliun. Menurutnya, pemangkasan belanja pemerintah justru dianggap lebih signifikan untuk menutup shortfall pajak.
“Karena yang diperlukan pengusaha dan investor itu adalah reformasi perpajakan yang membuat mereka nyaman. Nah itu yang belum ada kepastiannya,” tutup Ecky.
