Survei Pwc Kejahatan Keuangan Meningkat Seiring meningkatnya jumlah investasi dalam kepatuhan dan komprehensifnya dalam mengatasi kejahatan ekonomi, terdapat pergeseran yang menarik dalam penerapan kebijakan di sektor Jasa Keuangan. Meskipun tingkat pengeluaran untuk kepatuhan di atas rata-rata dunia, angka kejahatan ekonomi di industri ini terus meningkat, menunjukkan bahwa pengalaman sektor tersebut masih terjebak dalam kejahatan ekonomi yang membingungkan dan berpotensi merugikan secara besar-besaran. Kejahatan ekonomi tidak hanya terjadi pada perusahaan, tetapi juga pada keputusan pemerintah, serta sejumlah perusahaan keuangan yang menangani risiko yang tidak terduga. Meski investasi terus meningkat, efektivitas pemanfaatannya belum terlihat secara signifikan.
Survei kejahatan ekonomi PwC yang dilakukan pada tahun ini menunjukkan bahwa angka kejahatan terjadi dalam waktu 24 bulan terakhir meningkat dari 45% pada tahun 2014 menjadi 46% dari 1.513 responden di sektor Jasa Keuangan. Angka ini melampaui rata-rata dunia yang tercatat di sejumlah laporan global, dengan selisih 10% (46% vs 36%). Tahun ini, sejumlah risiko ekonomi telah terjadi dengan berbagai bentuk pelanggaran, termasuk penipuan siber, yang menunjukkan bahwa kejahatan yang terus muncul bukan hanya dari faktor eksternal. Sebagai penilaian dari risiko yang muncul, 16% dari responden mengalami 100 insiden, sementara 6% telah mengalami lebih dari 1.000 insiden. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan jasa keuangan terus menghadapi kejahatan yang berkembang dan terus menambah tantangan dalam perencanaan dan pengelolaan risiko. Pada laporan tersebut, data yang disebarkan juga menunjukkan bahwa pengeluaran yang dimiliki oleh perusahaan untuk melawan kejahatan ekonomi meningkat dari 53% responden, dengan kepercayaan bahwa pengeluaran akan terus naik. Ini menunjukkan bahwa perusahaan berupaya keras untuk menghadapi tekanan eksternal dan internal yang semakin membesar. Dari data yang diungkapkan, 37% responden mengalami dampak dari kejahatan siber dalam waktu 24 bulan terakhir, menunjukkan bahwa risiko kejahatan ekonomi dalam bentuk siber meningkat secara eksponensial. Di antara faktor utama yang menjadi masalah, terdapat perbedaan yang mencolok dalam penerapan kepatuhan terhadap kebijakan yang terkait dengan kejahatan ekonomi.
Sejumlah risiko yang muncul dalam pengelolaan kepatuhan oleh perusahaan jasa keuangan mengindikasikan bahwa sejumlah keterbatasan terkait dengan perusahaan tidak cukup dalam melihat kepatuhan terhadap peraturan yang terkait dengan anti pencucian uang dan pendanaan teroris. Kekuatan dalam penerapan kebijakan terhadap risiko tersebut menjadi lebih penting saat ini, terutama karena adanya pengalaman dalam penyebaran pengaruh negatif dari kejahatan ekonomi yang berbentuk berlebihan. Terdapat risiko besar terhadap kualitas data, terutama karena keterbatasan teknologi dan kekurangan tenaga ahli yang memengaruhi penerapan kepatuhan. Beberapa risiko terhadap keberlanjutan dalam penerapan kebijakan terhadap kejahatan ekonomi mengarahkan kepada keberlanjutan dalam penerapan kepatuhan, terutama karena sejumlah perusahaan tidak memiliki cukup keterampilan dan pengalaman untuk mengelola risiko yang kompleks. Kejahatan ekonomi yang saling terkait dan berbeda dapat muncul dari berbagai jenis perusahaan, termasuk jajaran manajemen junior dan menengah, serta kebanyakan pelaku internal. Penemuan ini juga menunjukkan bahwa kejahatan ekonomi muncul dalam bentuk internal yang mungkin dianggap sebagai pelanggaran yang tidak terlalu terkait dengan sistem peraturan. Selain itu, terdapat perbedaan dalam jumlah kejahatan yang dilakukan oleh pelaku eksternal dan internal, dengan 58% dari penipuan dilakukan oleh pelaku eksternal, dan 29% oleh pelaku internal. Namun, di antara faktor utama yang terjadi, terdapat risiko yang muncul dari manajemen senior dan jajaran manajemen lebih lanjut terhadap risiko kejahatan ekonomi yang terjadi. Meski 14% kejahatan berasal dari manajemen senior, terdapat 14% dari data yang digunakan untuk menilai kemampuan dalam mengelola risiko. Kegiatan ini dapat memengaruhi keputusan perusahaan dalam menghadapi kejahatan ekonomi, terutama dalam menghadapi kejahatan ekonomi yang berkembang.
Udah memasukkan kejahatan ekonomi menjadi bagian yang paling terancam oleh kejahatan ekonomi, dan perlu lebih jelas menghadapi kejahatan ekonomi dengan membangun sistem yang lebih baik. Terdapat kebutuhan dalam industri ini untuk pengembangan pendekatan baru dan teknologi terbaru untuk lebih mendorong efisiensi dalam pengelolaan kejahatan ekonomi. Pendekatan yang ditawarkan dari PwC dan perusahaan terkait adalah bahwa budaya perusahaan yang terkait dengan kepatuhan menjadi prioritas yang penting dalam pengelolaan kejahatan ekonomi, terutama karena kejahatan ini memiliki dampak besar bagi keuangan dan sistem keuangan secara umum. Dalam penerapan kebijakan, perusahaan terkait harus mengikuti perkembangan teknologi dan mendorong cara yang inovatif untuk menghadapi kejahatan ekonomi. Dalam keterangan tertulis, Andrew Clark, EMEA Financial Crime Leader dari PwC mengatakan bahwa peningkatan dalam investasi kepatuhan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam menghadapi kejahatan ekonomi secara efektif. Penjelasan dalam keterangan tersebut mengatakan bahwa pemikiran baru diperlukan agar investasi pada kepatuhan dapat memberikan nilai tambah dan dapat memberantas kejahatan ekonomi dengan lebih efektif. Penjelasan ini menunjukkan bahwa pemikiran baru dalam pengelolaan perusahaan perlu dijaga untuk dapat memenuhi standar yang telah dibentuk. Penjelasan ini juga menunjukkan bahwa pemikiran baru yang terkait dengan keterbatasan sistem harus ditangani secara efektif. Dari data tersebut, sejumlah risiko yang terkait dengan penilaian risiko dan kepatuhan terhadap peraturan anti pencucian uang harus lebih diperhatikan dan diperbaiki. Perusahaan juga harus menganalisis seberapa besar perbedaan antara risiko yang terjadi dan risiko yang dibuat secara khusus.
