Sumpah Gajah Mada Mendorong Kekuatan Di malam Kamis, 12 Oktober 2016, suasana di Teater Besar Taman Ismail Marzuki (TIM) Cikini, Jakarta, terasa berbeda. Beberapa direksi bank, asuransi, multifinance, BUMN, sekuritas, dan perusahaan migas, terlihat merapat. Ada juga pejabat teras dari LPS, Jamkrindo dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), serta ekonomi ISEI dan senior editor. Tidak hanya menghadiri kegiatan budaya, mereka juga berada dalam lingkungan yang selama ini jauh dari rutinitas profesional mereka, yakni dunia pementasan.
Malam itu, para pelaku pementasan menyajikan ketoprak jenaka bertema “Sumpah Palapa Gajah Mada”, yang merupakan produksi karya seni dari komunitas seniman ketoprak Adhi Budaya. Pementasan ini diselenggarakan dalam konteks sejarah yang mendalam, menggambarkan masa dinasti Majapahit dan keberadaan tokoh Gajah Mada sebagai mahapatih yang mendasari pengembangan Nusantara. Cerita ini dirangkai oleh Eko B. Supriyanto, pemimpin redaksi Majalah Infobank, sebagai produser eksekutif, dan sutradara senior Aries Mukadi, yang terkait dalam dunia seni dan komunitas ketoprak. Pementasan ini merupakan sebuah rangkuman dari tradisi seni yang bergerak di bawah pengaruh kebudayaan dan kehidupan sosial yang kental dengan konteks budaya tradisional.
Peran utama dalam pementasan ini adalah Gajah Mada, tokoh sentral dari cerita sejarah ini, yang diperankan secara apik oleh Soelasno Lasmono dari perusahaan jasa penunjang migas. Dalam peran tersebut, Soelasno menyampaikan peran Gajah Mada sebagai mahapatih yang mendasari pengembangan Nusantara. Maka dari itu, pementasan ini memperkenalkan keterlibatan pemerintahan dan pengelolaan keuangan di masa lalu. Gajah Mada menjadi simbol perpaduan antara kekuasaan dan keadilan. Pemain lainnya termasuk Soelasno Lasmono sebagai peran utama, dan penampilan mereka menggambarkan kehidupan dalam kerja bakti dan pengembangan sosial.
Perhatian terhadap kerentanan dalam pertunjukan ini didukung oleh beberapa pemain yang menunjukkan keterbatasan dalam hafalan dialog, terutama di dalam penggunaan alat tulis. Dalam rangka memberikan kesan humor, penampilan akhirnya menjadi lebih dramatis. Pemain seperti Tessy, Polo, Kadir, dan Wawin Laura, menjadi bagian penting dari adegan ini. Mereka merupakan perwakilan dari generasi baru dalam seni ketoprak yang berusaha menjaga keseimbangan antara kejelasan dan kecualian seni. Namun, dalam proses penampilan, terdapat beberapa adegan yang mengganggu kepercayaan para penonton dan menghambat fokus pada narasi utama.
Selain itu, pementasan ini menghadirkan unsur-unsur komedi yang mencakup gerakan-gerakan cerita dan dialog-nya dengan gaya tertentu yang menjadi kengetara. Penggunaan kutipan khas dagelan, seperti “Saya pakai kacamata karena sabu-sabu, satu buta, satu buram,” menjadi tema penting dalam penjelasan seni ini. Dalam konteks ini, kacamata yang digunakan oleh Suwandi Wiratno, ketua umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), menjadi simbol dari keterbatasan sosial dan kebijaksanaan dalam perusahaan bisnis. Aksesoris yang anakronis, seperti kacamata dan ponsel, juga menjadi kelucuan tersendiri, menghadirkan tema baru dari keleluasaan budaya modern.
Mengingat konteks politik dan ekonomi yang sedang terjadi, pementasan ini mengambil tema kehidupan yang berbeda dari dunia profesional dan sejarah yang menjadi simbol dari kepercayaan masyarakat. Di sisi lain, ini adalah pementasan yang menggambarkan potensi keberlanjutan dari seni dalam rangka membuka kesempatan baru. Pementasan ini tidak hanya membuka jalan bagi penonton untuk memahami sejarah, tetapi juga menjadi wadah untuk mengembangkan seni yang berbeda dalam konteks modern. Melalui karya ini, para aktor menyampaikan nilai-nilai yang mengenai keberlanjutan, kepercayaan, dan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan masyarakat modern.
Ini adalah pementasan malam yang tidak hanya berisi seni, tetapi juga menjadi pertemuan antara kepercayaan, seni, dan keterbatasan sosial dalam dunia pementasan. Membentuk sebuah dialog yang tidak hanya menggambarkan kehidupan masa lalu, tetapi juga menjadi pengingat akan tantangan yang tengah dihadapi oleh masyarakat modern. Pementasan ini menunjukkan bagaimana seni bisa menjadi sarana untuk menggambarkan tantangan yang sedang dihadapi, dan bagaimana budaya dapat menjalankan peran penting dalam membangun kesadaran terhadap isu-isu masyarakat.
Ketertarikan para pejabat, ekonomi, dan pemimpin seni yang hadir pada malam itu menunjukkan bahwa budaya dan seni masih memiliki potensi besar dalam membuka kesempatan baru. Pementasan ini menjadi bukti bahwa seni dapat membawa perubahan sosial dan ekonomi yang lebih baik. Melalui karya ini, para aktor dan pengarang berusaha mengungkapkan bagaimana seni dapat menjadi sumber keberlanjutan dan keberdayaan masyarakat dalam menghadapi tantangan yang sedang dihadapi. Ini juga mengajarkan bagaimana seni dapat berfungsi sebagai media untuk membangun kesadaran dan kesempatan baru dalam dunia ekonomi dan budaya.
Implikasi dari pementasan ini sangat besar terutama dalam membuka kesempatan baru untuk mengembangkan seni ketoprak di masa kini. Selain itu, pementasan ini mengajarkan kepada masyarakat bahwa seni bukan hanya tentang permainan atau kesenangan, tetapi juga menjadi sarana untuk menangani permasalahan sosial. Tidak hanya pementasan ini menjadi pertunjukan yang menarik secara budaya, tetapi juga menjadi simbol dari keberlanjutan dan kepercayaan masyarakat.