Pengendalian Kpr Ditetapkan Sebagai Solusi Perubahan kebijakan Kredit Properti (KPR) oleh Bank Indonesia (BI) menjadi salah satu inovasi penting dalam mengatasi krisis keuangan yang terus menerus terjadi pada sektor properti. Kebijakan ini disesuaikan dengan langkah-langkah pengendalian makro prudensial yang diterapkan oleh BI dalam mempercepat pertumbuhan sektor properti secara ekstensif, terutama dengan peran arus kas yang menjadi fokus utama dalam mengevaluasi dampak terhadap ekonomi dan keuangan.
Sejak diterapkan pada bulan Agustus 2016, aturan KPR yang mengatur rasio Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) melalui bank yang memiliki NPL (Non-Performing Loan) berkurang telah menjadi kebijakan terbaru yang disampaikan oleh BI. Ketentuan tersebut memungkinkan perusahaan properti yang memenuhi kriteria kredit bermasalah—dengan rasio NPL tidak lebih dari 5%—untuk mendapatkan pencairan kredit yang lebih inklusif terhadap rumah tapak, rumah susun, dan ruko. Selain itu, kebijakan ini juga diberlakukan bagi pelaku peminjam yang menggunakan jangka waktu pembiayaan bertahap berdasarkan tahap pembangunan bangunan.
Kredit pembiayaan dalam bentuk mekanisme indent yang mendukung proses pembangunan rumah dapat diperoleh melalui pengaturan pembayaran yang berbasis progress, dengan perbatasan penggunaan kredit dalam tahapan pembangunan rumah dari awal hingga akhir. Hal ini juga memungkinkan nasabah, terutama pelaku properti, untuk memenuhi persyaratan pembiayaan secara lebih fleksibel. Dalam konteks ini, kebijakan ini merupakan bentuk inovasi perbaikan peran pengambilan keputusan yang memungkinkan masyarakat untuk memperoleh fasilitas pembiayaan secara efisien.
Seperti diketahui, rasio uang muka (DP) yang harus dibayar oleh peminjam dalam keputusan pengambilan KPR telah mengalami perubahan secara signifikan. Pada masa lalu, uang muka kewajiban pembiayaan di atas 20% menjadi dasar kriteria pencairan KPR. Namun, sekarang dengan ketentuan yang diluncurkan, uang muka turun hingga 15% untuk pembiayaan rumah ke-2, terutama berdasarkan ukuran rumah, jenis pembangunan, dan tingkat kredit bermasalah. Sementara itu, penggunaan kredit melalui mekanisme indent, terutama dalam bentuk fasilitas pembiayaan bertahap, menjadi sarana paling efektif bagi konsumen dan perusahaan properti dalam membangun rumah secara terstruktur.
Saat ini, kebijakan yang diterapkan oleh BI juga menawarkan pengembalian insentif kredit bagi pelaku properti yang menangani perumahan berdasarkan prinsip syariah, dengan kredit untuk rumah pertama hingga 90% dari semula 85%. Dalam penggunaan KPR pada rumah kedua dan ketiga, fasilitas insentif ini memperluas pembiayaan dalam bentuk kredit berdasarkan kredit bermasalah dan kredit tidak bermasalah, serta berdasarkan peraturan prinsip syariah. Kebijakan ini diberlakukan bagi semua jenis rumah yang menggunakan sistem pembiayaan dan pengelolaan kredit berdasarkan regulasi yang ditentukan oleh BI. Keterbatasan ini memberikan keleluasaan pembiayaan bagi pelaku properti yang berminat mengembangkan keuangan dengan pengelolaan kredit lebih ramah dan lebih terbuka.
Secara menyeluruh, hasil penilaian oleh Riset Mandiri Sekuritas menunjukkan bahwa kebijakan ini mendorong pembangunan sektor properti, terutama dari sisi arus kas. Menurut analis, pemerintah serta lembaga finansial dapat menggambarkan bahwa kredit dan pembiayaan terkait dengan rumah tangga atau rumah besar dapat mengakui keputusan yang lebih efisien dengan peningkatan jumlah arus kas. Seiring dengan perubahan ini, kebijakan tersebut dapat membantu perusahaan properti menyediakan pendanaan internal untuk mendorong penjualan secara efisien. Selain itu, kebijakan ini menjadi sarana penting dalam membangun sistem pembiayaan yang terstruktur dan kredibilitas sistem pengambilan keputusan keuangan dalam dunia properti.
Dalam konteks ini, katalisasi dalam sektor properti diharapkan menjadi lebih besar ketika program pengampunan pajak (tax amnesty) juga diterapkan secara lebih luas. Dalam keterbukaan terhadap pelaku properti, peran inovasi ini menjadi perwujudan dari keterbukaan ekonomi yang lebih baik dalam mengatur pembayaran pajak dan pengelolaan keuangan, serta memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk mendukung ekosistem properti secara lebih efisien. Ini juga membuka peluang baru bagi investor properti yang mengembangkan bisnis secara lebih terbuka, dengan peningkatan jumlah arus kas yang lebih besar.
Keputusan perubahan ini menjadi bagian dari strategi BI dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi dan memastikan kestabilan kredit dalam sektor properti. Namun, dalam rangka membangun kebijakan yang lebih terukur, langkah berikutnya perlu diambil melalui pendekatan terbaik oleh BI, terutama dalam memperbaiki transparansi dalam pengawasan, penerapan kebijakan yang lebih terstruktur, dan penyelenggaraan pembiayaan yang lebih inklusif serta mendorong pembiayaan yang tidak memengaruhi keuangan nasional secara signifikan.











