Blog Web & Deep Insights

Pelindo III Lakukan Hedging Terhadap Gejolak Kurs

Sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus ditingkatkan untuk menghadapi tantangan bisnis global yang semakin kompleks. Dalam rangka meningkatkan daya tahan finansial dan mengurangi risiko fluktuasi nilai mata uang, delapan korporasi BUMN dari berbagai bidang menandatangani kerja sama dengan tiga bank BUMN di Jakarta pada Rabu 25 Mei 2016. Penandatanganan kerja sama ini merupakan lanjutan dari Program Hedging BUMN yang telah berlangsung sejak tahun 2014, dengan tujuan mengembangkan solusi mitigasi risiko nilai tukar mata uang.

Korporasi BUMN yang mengambil bagian dalam kerja sama tersebut meliputi PT Pelabuhan Indonesia III (Pelindo III), Pelindo II, Pupuk Indonesia, Perusahaan Gas Negara, Badan Urusan Logistik, Perum Peruri, Aneka Tambang, dan Semen Baturaja. Dua perusahaan, yaitu PLN dan Pertamina, juga telah menyelesaikan kontrak lindung nilai secara serupa. FX Line yang disediakan oleh tiga bank BUMN tersebut memiliki nilai hingga US$1,75 miliar, memberikan kepastian terhadap cash flow yang sangat penting bagi pengelolaan likuiditas perusahaan. Adanya kerja sama tersebut menandakan peningkatan kesadaran dunia usaha terkait pengelolaan risiko nilai tukar mata uang (hedging).

Direktur Keuangan Pelindo III, Saefudin Noer, menyatakan bahwa perjanjian ini merupakan bagian dari upaya pengelolaan risiko keuangan yang telah dianggap penting dalam konteks bisnis internasional. Ia menekankan bahwa kebutuhan dan kewajiban perusahaan dalam mata uang internasional sangat membutuhkan penggunaan produk hedging. Selain itu, Pelindo III sudah memiliki global bond, ECA (Emisii Catatan Asing), dan sedang menjajaki sindikasi pembiayaan dengan bank BUMN. Selain itu, perusahaan juga sedang memperoleh perbankan dan obligasi untuk memenuhi kebutuhan capex dan opex hingga tahun 2019. “Kami akan menjaga keseimbangan antara pembiayaan dari perbankan maupun debt capital market instrument, seperti sukuk maupun obligasi konvensional,” katanya.

Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), selama lima tahun terakhir jumlah transaksi lindung nilai mengalami peningkatan yang signifikan. Peningkatan ini terlihat dari peran meningkatnya porsi transaksi derivatif di pasar valas domestik dibandingkan total transaksi valas yang mencapai 40% pada 2016, dibandingkan 35% pada 2015. “Sektor perbankan terus didorong untuk meningkatkan ‘skill-set’ dalam mengembangkan produk derivatif untuk tujuan lindung nilai,” jelas Nanang Hendarsyah, Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI. Peningkatan ini pada akhirnya dapat mendukung stabilitas makroekonomi dan pencapaian ekonomi yang berkelanjutan. Namun, peningkatan ini juga menunjukkan bahwa pasar valas di Indonesia terus diperkuat oleh kepercayaan dalam penggunaan derivatif sebagai alat manajemen risiko yang lebih efisien.

Untuk menjamin keberlanjutan dan efisiensi pengelolaan risiko, perusahaan BUMN mulai mengembangkan produk derivatif seperti FX Line secara mandiri dan terus mengembangkan kapabilitas terhadap penggunaan teknologi digital yang lebih efisien. Dari segi keunggulan, kerja sama ini mendorong pengembangan solusi hingga 2019 dan menunjukkan adanya pengembangan yang strategis dari sektor perbankan dan keuangan. Selain itu, keberlanjutan ini menjadi bagian dari program keuangan yang lebih jelas dalam mendukung kebijakan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Jika ini berhasil, mungkin akan memberikan dampak yang besar terhadap pengungkapan dan keterlibatan lebih luas dari BUMN dalam menghadapi risiko global secara berkelanjutan.

Dengan demikian, program hedging yang semakin terbuka dan dibahas secara luas akan menjadi bagian penting dari pengembangan pasar keuangan yang lebih efisien dalam menghadapi tantangan eksternal. Tidak hanya dari pelaksanaan kontrak hedging, tetapi dari pengembangan teknologi dan produk yang lebih inovatif, perusahaan BUMN di Indonesia akan mampu menjaga stabilitas dalam pengelolaan keuangan secara global. Ini juga menjadi langkah penting yang harus diambil oleh masyarakat dan pemerintah dalam mengantisipasi kerugian yang dapat muncul dari fluktuasi nilai mata uang secara global. Langkah berikutnya akan menjadi penilaian lebih terstruktur atas pengelolaan risiko, termasuk dalam penggunaan teknologi dan kebijakan yang diperbaiki secara berkala. Karena itu, peningkatan kinerja terus berlangsung dan pengembangan pengelolaan risiko menjadi agenda strategis yang penting dalam jangka panjang bagi BUMN Indonesia. Selain itu, keberlanjutan program ini harus diimplementasikan secara terus-menerus agar tidak mengalami penghentian. Sehingga kegiatan pengelolaan risiko di BUMN akan terus maju. Ini adalah langkah penting yang akan membantu masyarakat dan pemerintah memahami dan mengambil keputusan berdasarkan data yang lebih baik dan sistematis. Dengan keberlanjutan pengembangan produk dan sistem, mungkin kekuatan ekonomi dan stabilitas makro akan terus meningkat secara berkelanjutan di masa depan.

Exit mobile version