Ojk Coba Putus Mata Rantai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen mendorong pengembangan sektor pertanian untuk mengatasi masalah mata rantai tengkulak yang terus menganggu stabilitas harga pasar. Sebagai bagian dari langkah strategis dalam mengendalikan inflasi, OJK menargetkan pengembangan 11 komoditi utama yang memiliki dampak besar terhadap harga pasaran. Dalam menyampaikan kebijakan ini, Kepala Departemen Komunikasi dan Internasional OJK, Slamet Edy Purnomo, menjelaskan bahwa tujuan utama adalah memperkuat kepercayaan pasar melalui keberhasilan pengawasan harga dan kualitas produksi.
Komoditi yang dilibatkan dalam program tersebut meliputi padi, jagung, kedelai, daging sapi, daging ayam, bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan cabai keriting. Menurut Slamet, 11 komoditas ini memiliki potensi besar untuk mencegah inflasi. Secara khusus, pemerintah akan mengandalkan peran teknologi informasi, terutama e-commerce, untuk memfasilitasi akses informasi harga bagi petani, peternak, dan masyarakat luas. Informasi harga pasar yang lebih akurat dan transparan dapat membuka jalan bagi peningkatan transparansi ekonomi dan menjaga stabilitas harga di pasar.
Di dalam pengawasan tersebut, OJK menekankan bahwa pemerintah dapat memberikan dukungan terhadap keberhasilan kegiatan ini melalui pengawasan dan koordinasi yang tepat. Misalnya, sejumlah produk utama seperti padi, jagung, dan kedelai sudah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) serta off-taker yang wajib membeli secara langsung, seperti Bulog. Hal ini menandai bahwa sistem ekspor atau distribusi telah lebih teratur dan dapat menjaga kestabilan harga dari komoditas tersebut. Melalui keberadaan sistem tersebut, kepastian harga menjadi krusial, terutama bagi petani yang menjalani musiman yang terpaku pada hasil panen.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Sari Agung, Pujon Kidul, Muslimin, menyatakan bahwa kepastian harga merupakan hal yang sangat penting bagi petani dan peternak. Ketika harga mengalami kenaikan, petani masih bisa memiliki kemampuan untuk menangani masalah panen. Namun, jika harga tetap mencegah, maka petani dan peternak terjebak di dalam keterbatasan pemasaran. Sehingga, pemerintah harus tetap terus memperbaiki sistem keuangan, terutama dalam konteks pangan dan kestabilan harga pasar.
Saat ini, inflasi mencapai 0,24 persen pada bulan Mei 2016. Namun, dari perspektif tahunan, inflasi tahun kalender 2016 (Januari–Mei) mencatat sebesar 0,4 persen. Terakhir, inflasi tahunan dari Mei 2015–Mei 2016 mencatat 3,33 persen, yang menunjukkan bahwa inflasi masih tinggi dalam periode tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi dibagi menjadi dua komponen utama: volatile foods (VF) dan administered prices (AP). Komponen VF mencatat kontribusi sebesar 0,32% (mtm) atau 8,15% (yoy), sementara komponen AP mencatat inflasi sebesar 0,27% (mtm) atau deflasi 0,95% (yoy) secara tahunan. Dampak dari komponen VF terutama berasal dari peningkatan harga daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng, yang merupakan produk makanan yang sangat sensitif terhadap perubahan harga.
Tetap di atas, pengembangan 11 komoditi menjadi bagian dari langkah strategis pemerintah dalam menyelesaikan masalah inflasi yang terus meningkat. Dalam konteks ini, peran e-commerce, informasi harga, dan integrasi rantai nilai akan memungkinkan masyarakat mengakses data yang lebih terperinci dan memastikan peran pedagang dan tengkulak tidak dapat menyebabkan harga merosot secara tidak tepat. Pada akhirnya, keberhasilan pengawasan harga dan peningkatan transparansi pasar akan terlihat dari kualitas produksi dan kinerja sistem pangan yang lebih stabil.
Baca Juga:
Langkah berikutnya dalam penerapan program ini adalah perencanaan sistem digital yang lebih terintegrasi antara petani, pedagang, dan perusahaan pangan. Selain itu, perlu ada peningkatan komunikasi antar stakeholder dan peningkatan pemahaman masyarakat akan sistem harga yang lebih adil. Dalam konteks ini, perlu dilakukan evaluasi terhadap efektivitas sistem dan keberlanjutan perbaikan sistem yang telah dilakukan. Oleh karena itu, pengambilan keputusan akan dijalankan dengan mempertimbangkan berbagai faktor baik dari sisi teknologi maupun kebijakan pemerintah, serta terus mengukur dampak dari pelaksanaan program ini terhadap inflasi secara keseluruhan.











