Ojk Akan Atur Batas Modal Industri Financial Technologi (Fintech) di Indonesia mengalami perluasan pesat dalam mencapai transformasi ekonomi dan inklusi keuangan. Perkenalan teknologi digital ini menjadi salah satu perhatian utama bagi pemerintah dan otoritas yang berkepentingan dalam mengawasi keberlangsungan usaha di bidang ini. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyoroti bahwa mendorong pengembangan Fintech sebagai bagian dari strategi pengembangan ekonomi nasional, khususnya dalam konteks pemberdayaan masyarakat dan pembentukan kewenangan di bidang perbankan dan pasar modal.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menjadi salah satu pihak yang berwajib mengawasi perkembangan industri Fintech di Indonesia. Pada saat itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus Djaelani, mengakui bahwa peraturan terkait Fintech masih dalam tahap pemikiran dan pembahasan di internal OJK. Tidak seperti sektor perbankan yang telah memiliki aturan secara kuat, otoritas ini menunjukkan bahwa regulasi terhadap Fintech masih bersifat sederhana, memungkinkan pengendalian tanpa terlalu banyak ketat, terutama karena banyaknya perusahaan startup yang bergerak di dalam bidang ini.
Saat ini, kendala utama bagi industri Fintech di Indonesia adalah tantangan terkait permodalan. Dalam konteks ini, OJK mengatakan bahwa mereka akan mengatur dengan permodalan yang terkendali dan menekankan bahwa perusahaan Fintech tidak harus bersifat seperti penyimpanan dana publik. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Firdaus, perusahaan yang memiliki modal sendiri dapat mendapatkan permodalan dari bank jika memenuhi syarat tertentu. Pada masa yang sama, tidak ada batasan yang sebelumnya diketahui terkait jumlah modal yang harus dianggap sebagai batas minimal, tetapi pengaturan ini masih dalam proses pemikiran.
Baca Juga:
Rencana Induk Arsitektur Keuangan Syariah: Perancangan Struktur Ekonomi Syariah Berkelanjutan
Sejauh ini, aturan terkait Fintech masih dalam pembahasan di OJK. Tidak demikian, peraturan ini tidak dianggap terlalu besar sekarang. OJK menargetkan aturan ini untuk dihasilkan dalam waktu singkat, dikala masih dalam proses pembahasan. Menurut Firdaus, persyaratan tersebut akan diatur dengan mempertimbangkan faktor fungsional yang berkaitan dengan permodalan, dan akan diatur dari kecil ke besar. Sebelumnya, OJK belum menyatakan bahwa harus terus menerus mempertimbangkan kebutuhan dan permodalan perusahaan Fintech, namun ini akan dikembangkan secara bertahap setelah penentuan aturan ditetapkan.
Penanganan terhadap pengawasan terhadap perusahaan Fintech juga menjadi fokus utama dari OJK. Selain itu, dalam mengelola aturan tersebut, OJK juga mengingatkan bahwa pengawasan yang diambil harus terkait dengan pengaruh terhadap konsumen. Oleh karena itu, keberadaan industri Fintech harus dijamin dalam konteks pengaruh terhadap masyarakat. Tidak hanya Fintech, namun juga perbankan dan pasar modal yang juga diharapkan menjadi bagian dari sistem pengawasan yang terkait. Khususnya, pengawasan terhadap industri ini tidak hanya berhubungan dengan keputusan keuangan, tetapi juga dengan pengendalian terhadap dampak terhadap keamanan dan kepercayaan publik dalam industri keuangan.
Pada masa yang mengalami perubahan besar dari sektor keuangan, pengembangan dan pengawasan Fintech di Indonesia sangat penting. Dari perspektif pengawasan oleh OJK, terlihat bahwa mereka tidak hanya mengawasi, tapi juga mempertimbangkan pengaruh yang dihasilkan terhadap konsumen. Selain itu, pihak yang terlibat dalam regulasi ini juga mengatakan bahwa aturan terhadap Fintech akan dikembangkan secara bertahap. Dalam konteks ini, Fintech membutuhkan kepercayaan, transparansi, dan keamanan dalam penggunaan teknologi, serta perlindungan bagi pengguna akun digital dari penyalahgunaan akses ke sistem. Karena itu, pengawasan oleh OJK akan lebih berfokus terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengawasan terhadap keberadaan industri tersebut.
Dalam mengikuti pengawasan terhadap Fintech, OJK mengusulkan bahwa peraturan akan dipersiapkan secepatnya. Masyarakat akan melihat peran penting dari peraturan pengawasan tersebut dalam konteks pembangunan ekonomi dan pengembangan inklusi. Selain itu, setiap pihak yang terlibat dalam pengawasan terhadap industri ini juga diharapkan mengikuti aturan terkait keberadaan perusahaan. Namun, tidak demikian, OJK masih menyediakan jalan terbuka bagi pengaturan yang lebih terencana. Tahun ini, aturan terkait Fintech akan diatur dengan peningkatan keterbatasan modal dengan sistem yang lebih terbuka. Dari segi pemanfaatan, pengawasan ini juga diharapkan dapat mengurangi risiko dan pengaruh terhadap masyarakat secara luas. Dengan demikian, OJK akan berusaha membangun kepercayaan dalam pengawasan terhadap industri ini di masa mendatang, dengan mengakomodasi kepentingan investor, pengguna, dan pihak pemerintah. Karena itu, peningkatan regulasi akan menjadi langkah penting dalam membuka ruang terbuka di bidang ini. Di masa depan, pemerintah akan terus mengembangkan kerja sama dalam mengawasi perusahaan Fintech secara lebih terencana dan efisien, dengan mempertimbangkan kebutuhan penggunaan teknologi dan pengaruh terhadap pengembangan ekonomi.











