Seiring gejolak perekonomian global dan domestik pada tahun 2015 yang berlanjut ke triwulan I-2016, kondisi sistem keuangan Indonesia mengalami tekanan yang meningkat. Dalam situasi ini, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah resmi untuk mendorong keseimbangan dan kualitas sistem keuangan nasional secara lebih baik. Keputusan tersebut diambil sebagai bagian dari strategi makroprudensial yang terukur, terintegrasi dan bersinergi dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran.
Menurut Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, kebijakan makroprudensial yang baru saja diterapkan di Indonesia memberikan dampak positif terhadap upaya menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) nasional. Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik serta mendorong fungsi intermediasi yang seimbang dan berkualitas. Dalam keterangan yang diberikan pada hari Senin, 30 Mei 2016, dia mengulas kebijakan yang telah ditempuh BI melalui berbagai instrumen seperti Loan to Value Ratio (LTV) dan Financing to Value Ratio (FTV) pada kredit properti. Selain itu, penetapan besaran Down Payment pada kredit berkendaraan bermotor juga menjadi salah satu pendukung kebijakan tersebut.
Menurut Agus, terdapat beberapa instrumen penting lainnya, seperti penetapan batasan Loan to Funding (LFR) yang dikaitkan dengan Giro Wajib Minimum (GWM) serta penetapan Countercyclical Buffer (CCB) pada permodalan bank. Dalam pengamatan tersebut, pihak BI berpendapat bahwa kebijakan ini dapat mampu meredam berbagai potensi risiko dalam sistem keuangan. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa kebijakan yang ditempuh oleh BI memiliki tujuan utama untuk menjamin ketersediaan modal yang seimbang dan mendorong efisiensi dalam pengelolaan bank.
Sementara itu, dirinya juga mengapresiasi dengan baik terkait dengan sudah dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Nomor 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) pada 15 April 2016 oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Langkah tersebut dipandang sebagai landasan yang kuat bagi upaya menjaga stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dia menilai, UU PPKSK perlu disosialisasikan dengan baik kepada stakeholders agar dapat dipahami bersama, dengan persepsi dan kontekstual yang sama pula.
“Diharapkan ke kepan dapat memperkaya pemikiran dan memperdalam pemahaman terhadap arah kebijakan BI pasca-diterbitkannya UU PPKSK, khususnya di bidang makroprudensial,” tutup Agus. Ini menandakan bahwa pemerintah, melalui BI, memiliki keterbatasan dalam mengakomodasi berbagai potensi risiko sistemik dengan lebih baik. Pengembangan dan penerapan kebijakan makroprudensial pada level makro, yang diperkenalkan sejak 2016, menunjukkan bahwa pihak BI sedang berusaha untuk membentuk sistem keuangan yang lebih tahan terhadap ketidakstabilan ekonomi.
Perlu diingat bahwa dalam pengamatan terhadap kebijakan makroprudensial yang diterapkan, pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari strategi keselamatan sistem keuangan dan memberikan perlindungan terhadap sistem yang berpotensi mengalami krisis. Keterbatasan dalam menghadapi potensi krisis sistem keuangan secara berkelanjutan juga menjadi fokus utama dalam perencanaan kebijakan makroprudensial. Dalam pengamatan ini, pemerintah melalui BI mengemukakan bahwa terdapat keperluan bagi pemahaman yang lebih baik terhadap arah kebijakan tersebut. Ini menandakan bahwa arah kebijakan makroprudensial di masa depan sangat penting bagi stabilitas ekonomi Indonesia. Karena itu, pemerintah dan BI terus menerus berupaya untuk mengembangkan pengaturan yang lebih baik terhadap sistem keuangan Indonesia.
Sebagai bagian dari proses pengembangan dan penerapan kebijakan ini, pemerintah dan BI diharapkan menerima pengaruh kebijakan tersebut secara aktif. Hal ini juga menjadi keharmonisan dalam mewujudkan tatanan keuangan yang lebih baik. Namun, terlebih dari beberapa hal yang telah terjadi di masa depan, perlu juga dikembangkan lebih lanjut dengan penjelasan lebih terperinci terhadap kebijakan makroprudensial tersebut. Dalam pengamatan ini, terdapat keinginan terhadap kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh BI sebagai bentuk tindakan terhadap keseimbangan sistem keuangan. Dari penjelasan tersebut, terlihat bahwa langkah-langkah yang telah dilakukan oleh BI memberikan dampak positif bagi perencanaan dan implementasi kebijakan keuangan secara lebih aman dan efisien.
