Inflasi Capai 0 67 Pada Bank Indonesia (BI) merilis data pengamatan inflasi pada bulan Januari 2017 melalui survei yang dilakukan hingga pekan ketiga bulan tersebut. Hasilnya menunjukkan inflasi 0,67%, yang berdasarkan data dari indikator Indeks Harga Konsumen (IHK) dalam periode yang berlangsung hingga pekan ketiga bulan Januari 2017.
Angka tersebut mencerminkan tekanan inflasi yang diungkapkan oleh dua komponen utama: kenaikan Tarif Daftar Listrik (TDL) dan harga cabai, yang merupakan faktor penentu inflasi terkait dengan harga pangan bergejolak. Pada kesempatan tersebut, Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo menjelaskan bahwa inflasi dalam kisaran 0,67% adalah hasil dari pertumbuhan harga barang dan jasa yang terjadi di pasar dalam negeri, sebagaimana diduga oleh survei terkait pengaruh pemerintah atas komponen harga.
Gubernur BI juga menyampaikan bahwa pengaruh dari sistem harga administratif (administered prices), terutama dari kenaikan harga listrik 900 VA yang berpotensi menggiring pergerakan harga, adalah salah satu penyebab utama inflasi. Dalam konteks tersebut, perhatian pemerintah terhadap kestabilan harga jangan sampai menimbulkan dampak negatif terhadap konsumen, di mana pengendalian inflasi dijamin oleh koordinasi yang intensif antara BI dan pemerintah.
Menurut penjelasan Agus Marto, laju inflasi dalam dua tahun terakhir cukup terjaga dalam kisaran rendah. Dalam periode 2015 dan 2016, inflasi masing-masing berkembang pada level 3,3% dan 3,02% secara berturut-turut, menyiratkan bahwa pemerintah telah berhasil mengendalikan inflasi dengan jangka panjang. Namun, tahun 2017 ditunggu sebagai tahun yang harus diisi dengan prioritas khusus terhadap inflasi yang lebih tinggi.
Menurut penjelasan Gubernur BI, salah satu faktor pemicu inflasi adalah kenaikan biaya pengurusan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), yang menimbulkan tekanan eksternal terhadap pasokan barang. Dalam hal ini, pemerintah harus memperhatikan faktor-faktor terkait dengan kestabilan harga dan pasokan barang. Karena itu, pemerintah juga harus memperhatikan kebutuhan konsumen, terutama harga pangan bergejolak yang tergantung pada faktor eksternal seperti musim hujan panjang atau penyakit yang berdampak terhadap cabai.
Perlu diingat bahwa BI mengungkapkan bahwa koordinasi antara institusi pemerintah dan bank sentral sangat penting terkait pengendalian inflasi. Penyebab inflasi terkait dengan komponen harga pangan yang sangat bervariasi, terutama karena faktor harga yang dipengaruhi oleh pergerakan pasokan dan permintaan. Dalam konteks ini, pemerintah harus tetap memperhatikan keberadaan pasokan pangan, terutama dengan menyelesaikan ketidakadilan pada ketidakmampuan pengaturan harga. Kegiatan pemerintah juga harus terus memperhatikan pergerakan harga saat ada kecurangan terkait pasokan pangan seperti virus pada cabai atau keadaan hujan panjang.
Untuk memastikan kestabilan inflasi, koordinasi BI dan pemerintah harus terus dilakukan secara efektif terkait dengan pengelolaan pasar pangan. Perlu diperhatikan bahwa jika ada ketidakadilan dalam distribusi pangan, maka harga akan meningkat. Dalam kaitan ini, BI memperkuat upaya pengendalian inflasi melalui pengawasan komponen harga yang mengakibatkan dampak terhadap konsumen. Oleh karena itu, BI berkomitmen untuk memperkuat peran pengawasan pasar pangan yang terkait dengan pertumbuhan pasokan dan harga.
Adapun perlu diterapkan langkah-langkah yang lebih terstruktur dalam mengendalikan inflasi dan menghadapi tekanan eksternal dari harga pangan bergejolak. Dalam konteks ini, BI harus terus mendukung koordinasi pemerintah, serta menangani ketidakpastian harga secara terus-menerus. Pengendalian inflasi juga terdapat dalam pengawasan terhadap penggunaan dana publik, terutama terkait dengan peningkatan pengawasan atas harga jasa pangan dan harga barang yang terjangkau secara ekonomi dan sosial.











