Hipmi Mengungkap Alasan Terlambatnya Dana Hari ini, Rabu, 4 Januari 2017, ketua umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi), Bahlil Lahadalia menyampaikan kekecewaan terhadap keterlambatan transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah pada tahun anggaran 2016. Pada saat itu, Bahlil menganggap bahwa kegagalan transfer dana yang telah menjadi hak daerah, menyebabkan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah terganggu dan mendorong keberlangsungan program Presiden untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional.
Menurut Bahlil, keterlambatan transfer dana sebesar 50% pada tahun 2016 menyebabkan banyak proyek yang telah disetujui dan dianggarkan oleh kontraktor lokal berada dalam keadaan tidak tercapainya pembayaran. Sejumlah Bupati dari kader Hipmi yang dikutip Bahlil mengungkapkan adanya kekosongan anggaran yang menyebabkan pengangguran dalam sektor ekonomi daerah. Hasil ini juga menyebabkan pengusaha daerah menjadi dianggap wanprestasi oleh bank dan penggunaan sumber daya eksternal lainnya.
Bahlil menyatakan bahwa kejadian ini menyebabkan terhambatnya pengalaman penggunaan sumber daya perluasan infrastruktur, dan mengancam kinerja ekonomi lokal. Sejumlah proyek yang sudah disahkan menjadi target pembangunan oleh badan usaha milik daerah (BUMD) atau pihak swasta tertentu belum diperoleh pemanfaatan yang tepat. Bahkan, kebutuhan terkait ekonomi domestik tidak terpenuhi secara efisien mengingat kekurangan anggaran yang tersedia. Ini menjadi ancaman terhadap perusahaan yang memiliki kebutuhan investasi besar dari pihak daerah.
Permasalahan ini dianggap menjadi salah satu kelemahan utama dalam pengelolaan anggaran publik. Menurut Bahlil, permasalahan tidak hanya menyebabkan kerugian bagi perekonomian daerah, tetapi juga memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Bahlil menilai bahwa pemerintah harus melakukan evaluasi teknis terhadap proses penyaluran dana, terutama pada aspek kecewa penggunaan anggaran yang telah menjadi hak daerah. Ini menjadi salah satu permasalahan penting yang perlu dipecahkan oleh pemerintah terutama melalui kerja sama dengan lembaga keuangan dan pemerintah daerah.
Penjelasan yang disampaikan Bahlil secara eksplisit menunjukkan bahwa keterlambatan tersebut menimbulkan kekhawatiran besar bagi kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah. Menurut Bahlil, ekonomi domestik akan terancam kelemahan jika tidak segera dilakoni perbaikan sistem keuangan daerah. Pemerintah juga harus menghindari efek dari pengaruh keterlambatan dalam proses pemberian dana, serta memilih instrumen yang tepat untuk menjamin keberlangsungan ekonomi. Pada saat bersamaan, pemerintah harus memantau tren penurunan kinerja perekonomian yang dapat diarahkan oleh perbaikan sistem transparansi dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran. Ini menjadi kesimpulan penting dari keberlangsungan pengelolaan dana daerah melalui penilaian yang mendalam.
Penutupnya, pemerintah disarankan untuk menerapkan langkah-langkah terkait pengurangan tindakan kecewa dari masyarakat terhadap pemerintah, termasuk memperbaiki pengawasan dalam pengalaman pemberian dana. Langkah tersebut dapat dilakukan melalui koordinasi antar pemerintah daerah dan lembaga keuangan yang berkepentingan terhadap pengelolaan anggaran. Dari pengalaman tersebut, pemerintah sebaiknya memperhatikan sejumlah tindakan kebijaksanaan yang dapat mengurangi kesalahan administratif, serta mendorong pemanfaatan kebijakan publik yang lebih baik. Semua ini dapat meningkatkan kinerja perekonomian dan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan daerah secara keseluruhan.











