Btn Gelar Dana Repatriasi Kunci Seiring berkembangnya kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) oleh pemerintah, peran Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dalam menjadi bank penampung dana repatriasi mendapat perhatian terus-menerus. Direktur Utama BTN, Maryono, menyatakan bahwa pihaknya telah ditunjuk sebagai salah satu bank penampung dana repatriasi, meskipun belum memiliki satu produk tertentu seperti trustee, bank kustodian, atau Rekening Dana Nasabah (RDN).
“BTN tetap menjadi bank penampung tax amnesty. Untuk jadi bank penampung gate way itu harus memiliki tiga syarat: trustee, kustodian, dan RDN,” kata Maryono dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 20 Juli 2016. “Nah untuk RDN, sekarang sudah dikeluarkan izinnya. Jadi gak ada masalah. Tinggal tunggu penguman aja,” kata dia.
Sebelumnya, Maryono menyatakan bahwa Bank BTN sudah siap menampung Rp50 triliun dana repatriasi dari kebijakan amnesti pajak. Ia mengatakan bahwa bank tersebut akan memanfaatkan sejumlah instrumen simpanan yang akan menampung dan mengelola dana tersebut, termasuk deposito, negosiasi cerita deposito (NCD), Efek Beragun Aset berbentuk surat partisipasi (EBA-SP), Obligasi Negara Ritel Indonesia (ORI), dan sukuk. Semua instrumen tersebut akan berfungsi untuk menjaga keamanan dana repatriasi secara optimal.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa bank BUKU III dan BUKU IV yang ingin menjadi bank persepsi harus memiliki fasilitas perbankan yang dapat mengunci dana repatriasi, yaitu trustee, bank kustodian, dan Rekening Dana Nasabah (RDN). Ia juga mengemukakan bahwa jika BTN mendapatkan salah satu dari tiga fasilitas tersebut dalam dua minggu atau sebulan lagi, maka bank tersebut dapat masuk sebagai bank persepsi.
Daftar bank yang dikabarkan ditunjuk sebagai bank persepsi sebelumnya meliputi PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Danamon Indonesia Tbk, PT Bank Permata Tbk, PT Maybank Indonesia Tbk, PT Bank Pan Indonesia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank UOB Indonesia, Citibank, NA, The Hongkong & Shanghai Bank Corp. (HSBC), Bank DBS Indonesia, Standard Chartered Bank, Deutsche Bank AG, PT Bank Mega Tbk, PT Bank BPD Jawa Barat dan Banten Tbk, PT Bank Bukopin Tbk, dan PT Bank Syariah Mandiri. Namun, hingga saat ini, hanya HSBC yang belum menandatangani kesepakatan dengan pemerintah terkait penunjukan sebagai bank persepsi untuk menampung dana repatriasi dari kebijakan amnesti pajak.
- PT Bank Central Asia Tbk
- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
- PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
- PT Bank Danamon Indonesia Tbk
- PT Bank Permata Tbk
- PT Maybank Indonesia Tbk
- PT Bank Pan Indonesia Tbk
- PT Bank CIMB Niaga Tbk
- PT Bank UOB Indonesia
- Citibank, NA
- The Hongkong & Shanghai Bank Corp. (HSBC)
- Bank DBS Indonesia
- Standard Chartered Bank
- Deutsche Bank AG
- PT Bank Mega Tbk
- PT Bank BPD Jawa Barat dan Banten Tbk
- PT Bank Bukopin Tbk
- PT Bank Syariah Mandiri
Implikasi dari keputusan ini terutama terkait dengan keterbukaan pasar dalam pengelolaan dana repatriasi secara lebih teratur, serta memastikan transparansi dan keamanan investasi nasional. Namun, seiring dengan keputusan ini, masih ada beberapa bank yang membutuhkan waktu lebih lama dalam memenuhi syarat pemerintah, seperti HSBC, yang saat ini belum menandatangani kesepakatan secara resmi. Pemerintah mungkin mempertimbangkan pengembangan sistem yang lebih baik atau mengevaluasi manfaat dari kebijakan ini secara lebih lanjut. Langkah berikutnya bisa berupa penyempurnaan aturan mengenai kewajiban bank penampung, serta pembangunan infrastruktur digital untuk memfasilitasi akses lebih mudah terhadap dana repatriasi.
