Blog Web & Deep Insights

BRI Segera Melakukan Pelonggaran LTV untuk Menyelesaikan Backlog Perumahan

Bank Indonesia (BI) sedang mengkaji pelonggaran aturan loan to value (LTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) sebagai salah satu langkah mengatasi konstruksi ekonomi yang saat ini sedang menghadapi tekanan akibat perlambatan ekonomi. Namun, kebijakan tersebut tidak disebutkan secara eksplisit sebagai satu langkah yang segera diambil—hanya akan dilakukan dalam proses yang terus berlangsung.

Pada Rabu, 25 Mei 2016, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), Asmawi Syam, menyampaikan bahwa rencana pelonggaran LTV tersebut dianggap menjadi kebijakan yang penting untuk meningkatkan akses kredit bagi masyarakat. Ia menyebut bahwa dengan pelonggaran ini, masyarakat dapat lebih mudah mengajukan KPR, sehingga memungkinkan peningkatan dalam aktivitas pembangunan properti.

Asmawi menjelaskan bahwa saat ini kebutuhan backlog perumahan masih sangat besar, yang menyebabkan keberadaan kredit yang tidak seimbang. Ia mengatakan bahwa pengembangan rumah secara massal di tengah kerangka ekonomi yang kini menghadapi tekanan, mungkin menjadi penyebab dari keterbatasan permodalan. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan struktur sistem kredit yang memungkinkan masyarakat memiliki lebih banyak kesempatan untuk membeli rumah, terutama melalui penerapan LTV yang dilonggarkan.

Untuk mendukung keputusan tersebut, Asmawi mengatakan bahwa kebijakan pelonggaran LTV ini akan diterapkan secara bertahap oleh BI. Namun, ia juga menekankan bahwa tidak boleh hanya mempertimbangkan LTV saja, melainkan juga perizinan lahan yang lebih mudah untuk diberikan. Ia menyampaikan bahwa peningkatan dalam kebijakan ini membutuhkan kerja sama antar pihak terkait, baik dari segi pengembang maupun pemerintah, untuk menciptakan keberlanjutan dalam pembiayaan perumahan.

Sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah backlog dalam ekonomi perumahan, Gubernur BI Agus D. W. Martowadojo menyampaikan bahwa kajian tentang pelonggaran LTV akan dilakukan secara terus-menerus. Ia menyatakan bahwa kebijakan ini akan dipertimbangkan dalam konteks kinerja bank yang masih menjaga likuiditas dan rasio kredit macet yang rendah. Namun, sebelum dikeluarkan, pelonggaran tersebut harus diselaraskan dengan tindakan pengelolaan risiko oleh BI. Dengan demikian, pengembangan kebijakan ini akan dilakukan dalam konteks terus menerus.

Untuk menjamin efisiensi dan keamanan sistem kredit, Asmawi menekankan bahwa peningkatan dalam sistem pembiayaan perumahan harus berjalan beriringan. Sehingga, perlu terbentuk kemitraan antara bank, pengembang properti, dan masyarakat agar hasil peningkatan tercapai secara seimbang. Dalam kaitannya dengan tindak lanjut, Asmawi menyampaikan bahwa perlu diperhatikan adanya risiko yang mungkin terjadi karena peningkatan dalam permodalan masyarakat.

Saat ini, BI juga mengantisipasi terjadinya konflik antar pihak melalui pemantauan terhadap pergerakan pasar properti. Kepentingan masyarakat, dalam pengembangan properti, akan dibedakan oleh keputusan BI yang sekarang sedang diperhatikan. Oleh karena itu, pemerintah dan bank sentral harus berdiskusi secara terbuka mengenai pelonggaran LTV dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pasar dan keamanan ekonomi.

Implikasi dari pengembangan kebijakan tersebut akan tergantung pada keberlanjutan dan efisiensi dalam implementasi. Selain itu, BI juga mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin terjadi secara tidak terduga, seperti ketidakstabilan dalam sistem kredit atau kenaikan jumlah penggunaan KPR. Karena itu, langkah-langkah pengelolaan risiko harus dilakukan secara proaktif.

Exit mobile version