Blog Web & Deep Insights

BRI Mengusulkan Penjaminan Jamkrindo untuk Mendorong Kredit Resi Gudang

Sebagai bagian dari upaya memperluas layanan kredit di bidang ekspansi usaha petani dan koperasi, Executive Vice President Divisi Bisnis Internasional PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Dany Cahya Rukmana menekankan pentingnya peran perusahaan penjaminan dalam mendorong ekspansi kredit resi gudang BRI. Kredit resi gudang merupakan fasilitas yang disediakan oleh BRI sebagai jaminan atas barang-barang pertanian yang diperjualbelikan di dalam gudang, dengan tujuan membantu petani atau koperasi memperluas usahanya secara lebih berkelanjutan.

Kredit resi gudang ini menjadi solusi bagi para petani yang ingin memperoleh kredit untuk memperluas usahanya. Berdasarkan penjelasan Dany Cahya Rukmana, proses ini melibatkan dua pilihan: pertama, petani menjual hasil panen secara langsung untuk memperoleh kredit dari BRI; kedua, barang berupa hasil pertanian disimpan di gudang dan menjadi jaminan kredit dari BRI. Hal ini merupakan cara baru yang mendorong transparansi dan kredit yang lebih terkendali. Dengan kehadiran fasilitas ini, petani bisa lebih mengendalikan keterbatasan pengambilan kredit, baik dari sisi penerimaan dana maupun pilihan jaminan yang lebih stabil.

Saat ini, BRI telah memiliki 30 cabang yang melayani program kredit resi gudang. Data tersebut diberikan oleh Dany Cahya Rukmana, yang mengungkapkan bahwa program tersebut sudah mencapai peningkatan ekonomi yang signifikan. Menurut pengamatan yang dijelaskan, jumlah pendapatan dari kredit resi gudang mencapai Rp278 miliar hingga saat ini, terutama dalam komoditi gula. Komoditas gula merupakan salah satu dari komoditas yang paling sering diperdagangkan dalam skema resi gudang, dan secara kontinu dikembangkan dalam usaha memperbaiki sistem pengurutan produksi barang yang lebih terkendali.

Sebagai pihak yang menyelenggarakan sistem resi gudang, Direktur Utama Jamkrindo, Diding S Anwar, mengakui bahwa peluang bisnis ini menjadi sumber pendanaan yang cukup besar bagi pelaku industri pertanian. Ia menyebut bahwa lembaga penjaminan sistem resi gudang, yang disebut LPP-SRG (Lembaga Pelaksana Penjaminan Sistem Resi Gudang), diharapkan dapat membantu mengendalikan fluktuasi harga komoditas secara lebih teratur. Dengan kerja sama yang terintegrasi, peran LPP-SRG menjadi bagian penting dalam mengoptimalkan sistem jaminan barang yang digunakan untuk penyelesaian kredit. Karena itu, penanganan harga komoditas yang stabil dan transparan menjadi salah satu kunci utama dalam membangun kepercayaan pasar.

Saat ini, peluang ini masih menghadapi beberapa tantangan yang masih harus diatasi. Salah satunya adalah biaya yang dianggarkan oleh pihak debitur, seperti biaya penyimpanan di gudang, premi asuransi, dan bunga resi gudang. Dany Cahya Rukmana menyebut bahwa jika biaya tersebut bisa ditutupi melalui peningkatan harga komoditas, maka bisa menjadi insentif bagi petani untuk memilih memasukkan barang ke dalam gudang. Namun, perhitungan harus jelas dan komprehensif, karena tidak semua petani memilih jaminan barang di gudang secara otomatis.

Tantangan lainnya meliputi kebutuhan informasi harga komoditas yang terus menerus berubah, standarisasi komoditas yang masih sedikit, serta kepastian pasar yang belum terjamin. Ketersediaan ruang penyimpanan gudang khusus untuk komoditas basah juga masih membutuhkan perhatian khusus, karena risiko kerusakan atau kehilangan barang dari musim hujan sangat tinggi. Selain itu, kapasitas produksi yang optimal per pelaku masih terbatas, dan ini menjadi salah satu hal yang perlu dipertimbangkan untuk pengembangan lebih lanjut. Di samping itu, keberlanjutan usaha petani menjadi salah satu aspek penting yang harus dihadapi, terutama dalam konteks penggunaan barang berharga secara terkendali.

Pada kesimpulan, Dany Cahya Rukmana menyampaikan bahwa peran LPP-SRG dan Jamkrindo diharapkan menjadi pilar utama dalam pengembangan ekonomi pertanian melalui kredit resi gudang. Dengan berbagai keunggulan sistem tersebut, dapat diperkirakan bahwa program kredit resi gudang akan memberikan dampak besar bagi sektor pertanian. Untuk memperkuat efektivitas program tersebut, perlu peningkatan teknologi, peningkatan pengawasan, serta penjelasan yang lebih terbuka terhadap petani dan koperasi untuk memahami proses lebih mendalam. Selain itu, langkah berikutnya adalah memberikan pendukung dan keberlanjutan terhadap pengembangan industri pertanian secara ekonomi dan terstruktur secara lebih baik.

Exit mobile version