Sejak awal perkembangan ekonomi Indonesia, pembiayaan terutama mengandalkan sektor perbankan, yang menjadi fondasi utama dalam struktur keuangan nasional. Namun, menurut Bank Indonesia (BI), pertumbuhan pembangunan dan investasi di masa depan harus mendorong perluasan sumber pembiayaan yang lebih luas, melampaui perbankan dan pasar modal. Dalam konteks ini, peran pasar keuangan, terutama melalui instrumen seperti obligasi, menjadi penting dalam menciptakan sistem keuangan yang lebih stabil dan efisien.
Menurut Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo, sebagian besar pembiayaan dalam negeri masih terkendali oleh perbankan dengan keterbatasan dalam kapasitas pembiayaan yang lebih luas. Berdasarkan data BI, sejumlah 72% pembiayaan di Indonesia masih bergantung pada perbankan, sementara 28% diperoleh dari pasar modal dan surat utang. Angka-angka ini menunjukkan kebutuhan besar dalam mengembangkan pendekatan baru untuk menyediakan sumber daya yang lebih bebas dari kebutuhan perbankan. Pendalaman pasar keuangan menjadi prioritas utama dalam perencanaan pembangunan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Gubernur BI menyoroti bahwa potensi modal yang mengalir dari luar negeri juga harus dibina dengan membangun pasar investasi yang lebih efisien. Dengan mempertimbangkan bahwa perusahaan pelat merah dan BUMN memiliki potensi besar untuk mengeluarkan surat utang, Gubernur BI menilai bahwa peningkatan penjualan obligasi oleh korporasi dan penerbitan bond yang lebih optimal menjadi langkah penting dalam memperdalam pasar keuangan. Di saat yang sama, perbaikan aturan dan pengendalian pengeluaran obligasi menjadi langkah penting yang harus dilakukan untuk membangun kepercayaan dalam pasar modal.
Persepsi ini tidak hanya menyoroti tantangan ekonomi, tetapi juga menggambarkan tren global terkait peningkatan investasi dan kepercayaan terhadap instrumen keuangan yang lebih terintegrasi. Meskipun terdapat penurunan dari tahun ke tahun dalam penerbitan surat utang oleh korporasi Indonesia, seperti dari 65% pada tahun 2012 menjadi 58% pada 2013, lalu menurun menjadi 51% di 2014 dan 38% di 2015, pemerintah perlu mendorong lebih jelas terkait tindakan yang harus dilakukan. Peran dari pemerintah dan lembaga keuangan harus lebih aktif dalam membentuk sistem keuangan yang lebih terbuka dan inklusif.
Sebagai penjelasan tambahan, Rini Soemarno, Menkom BUMN, menyambut baik langkah-langkah yang diambil oleh Gubernur BI dan menyampaikan bahwa pemerintah dapat memberikan dukungan terhadap lembaga perbankan dan korporasi BUMN untuk lebih aktif menerbitkan obligasi. Menurutnya, pencapaian ini membutuhkan kepercayaan pasar yang lebih tinggi serta dukungan eksternal seperti rating S&P yang berpotensi meningkat. Ini memberikan kepercayaan bahwa struktur keuangan Indonesia bisa lebih stabil dan menarik investasi dari luar negeri. Ini juga akan menghasilkan efisiensi dalam proses pengeluaran dana dan pengembalian modal, yang memungkinkan lebih banyak keuntungan dari ekonomi Indonesia.
Untuk membangun sistem pasar keuangan yang lebih efisien dan memenuhi kebutuhan pembangunan, kebijakan terbaru akan ditujukan kepada pengaturan yang lebih tepat dari aturan terkait penerbitan obligasi. Hal ini mencakup perbaikan struktur, pengawasan, dan kebijakan perbankan yang terkait dengan pengembalian dana dan manajemen risiko dalam proses penyerahan dana. Langkah-langkah ini akan membuka ruang lebih luas untuk investasi dalam industri yang tidak tergantung hanya pada perbankan. Kedua sisi ini menunjukkan bahwa perbaikan sistem pembayaran keuangan adalah langkah penting dalam mengembangkan ekonomi Indonesia secara menyeluruh dan terpadu.











