Abif Ojk Dukung Kerjasama Dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan kerja sama bilateral dengan Bank Sentral Malaysia (BNM) dalam rangka implementasi Asean Banking Integration Framework (ABIF). Perjanjian ini merupakan langkah strategis dalam memperluas keterbukaan pasar keuangan antar negara ASEAN, dengan tujuan memperkuat konektivitas ekonomi dan pengembangan perbankan secara bersamaan. Penandatanganan perjanjian ini dilakukan dalam konteks Pertemuan Konsultasi Tahunan Indonesia dan Malaysia ke XI yang diselenggarakan di Istana Negara, Jakarta, pada hari Senin, 1 Agustus 2016. Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad, menandatangani kesepakatan ini bersama Gubernur BNM, Datuk Muhammad bin Ibrahum, dengan diwawancarikan langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Kesepakatan bilateral ini merupakan lanjutan dari kesepakatan Heads of Agreement (HoA) yang disepakati antara BNM, Bank Indonesia, dan OJK pada tanggal 31 Desember 2014. Dalam rangka itu, negara-negara ASEAN berkomitmen terhadap liberalisasi layanan jasa keuangan. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan sektor jasa keuangan secara global dan membuka peluang berkembang bagi perbankan lokal dalam menghadapi pasar eksternal. Penandatanganan perjanjian bilateral ini menandai momentum terhadap integrasi pasar perbankan yang lebih komprehensif dan berbasis kesamaan pada standar keuangan dan regulasi yang teratur.
Perjanjian bilateral tersebut memperkenalkan ketentuan yang berisi tiga aspek utama: akses pasar bagi bank-bank Indonesia di Malaysia, akses pasar bagi bank-bank Malaysia di Indonesia, dan ketentuan dalam pelaksanaan aktivitas keuangan. Ketiga aspek tersebut mencakup proses perizinan bank bermasuk ke dalam kategori Qualitative ASEAN Bank (QAB). Muliaman menjelaskan bahwa bank-bank Malaysia yang ada di Indonesia—yaitu Maybank dan CIMB—akan dibentuk secara bertahap. Tiga kelompok institusi perbankan Indonesia akan dibentuk di Malaysia dan sebaliknya, tiga kelompok institusi perbankan Malaysia akan dibentuk di Indonesia. Dengan adanya perbedaan tersebut, keduanya akan terintegrasi secara menyeluruh dalam sistem pembayaran elektronik dan kegiatan usahanya. Sementara itu, penambahan kantor cabang dan ATM menjadi syarat penting dalam proses ini, serta pemanfaatan jaringan pembayaran yang berorientasi global.
Untuk mendukung keberlangsungan perusahaan perbankan dalam menghadapi keterbatasan akses pasar, perjanjian bilateral ini menerapkan prinsip timbal balik yang seimbang dengan menetapkan syarat kualifikasi kinerja bank yang harus memenuhi standar tertentu. Ini berarti bahwa bank-bank Indonesia yang memenuhi syarat QAB dapat memulai pengembangan usaha di Malaysia. Dalam konteks ini, mulai dari fasilitas kantor cabang, sistem ATM, serta akses QAB untuk sistem pembayaran elektronik, semua hal ini merupakan langkah penting untuk memperkuat kepercayaan pasar. Selain itu, perjanjian ini juga menyatakan bahwa kegiatan usaha bank di bidang keuangan, permodalan, serta penjaminan dana nasabah akan lebih dijamin secara kuantitatif dan berkualitas. Hal tersebut menandai peran penting yang dapat diambil dalam mendorong sektor jasa keuangan berkepanjangan dan berkelanjutan.
Menurut Muliaman, perjanjian bilateral ini tidak hanya memiliki nilai strategis dalam konteks pasar keuangan, tetapi juga memiliki dampak besar pada ekosistem keuangan negara. Dalam konteks ini, keberlanjutan dan pertumbuhan sektor jasa keuangan tidak hanya menjadi perhatian terhadap keberlangsungan keuangan, tetapi juga merupakan pengembangan keuangan yang mendukung perekonomian nasional. Pengembangan ini memungkinkan perbankan dan jaringan keuangan di ASEAN menghadapi tantangan yang mengikuti tren global. Selain itu, OJK akan terus mendukung perkembangan sektor jasa keuangan agar dapat tumbuh sehat, berkesinambungan, dan memiliki daya tarik yang tinggi dalam menghasilkan kontribusi terhadap ekonomi nasional.
Kemudian, dalam pengembangan ini, keberlanjutan perbankan juga dimaksudkan sebagai salah satu faktor utama dalam pengembangan ekonomi lokal. Penambahan kewenangan dalam pengelolaan modal, keterbatasan dana, keamanan penggunaan, serta pemenuhan keuangan dari pelaku usaha perbankan akan menjadi fokus utama dari penjelasan perjanjian ini. OJK berkomitmen terhadap implementasi pengembangan ini secara menyeluruh, termasuk dalam pengembangan sistem perizinan QAB. Terakhir, sebagai bagian dari pelaksanaan strategis dalam mendukung pertumbuhan perbankan yang tidak terbatas, implementasi ini juga menunjukkan tindakan yang telah diambil oleh Indonesia dan Malaysia dalam rangka mendukung peraturan dan regulasi terkait akses pasar jasa keuangan.
Baca Juga:
Implikasi dari kerja sama bilateral ini antara OJK dan BNM akan menjadi fokus perbaikan terhadap keberlangsungan bisnis perbankan dan keuangan di dalam konteks ekonomi ASEAN. Langkah berikutnya adalah menyelesaikan proses ratifikasi protokol AFAS-FsL yang saat ini sedang dalam proses penyusunan di Indonesia. Ini menandai perjuangan untuk mendorong pembentukan sistem keuangan yang lebih terintegrasi di ASEAN. Selain itu, OJK akan terus mengevaluasi pelaksanaan kesepakatan ini dalam konteks regulasi dan keamanan pasar. Ini menjadi langkah penting dalam pengembangan ekonomi nasional dengan membangun ekosistem finansial yang terpercaya dan berkelanjutan. Pemenuhan keuangan terhadap kinerja bank, pengendalian akses pasar, serta peningkatan daya tahan secara sistematis akan menjadi prioritas penting dalam pengembangan sektor jasa keuangan yang lebih baik.











