Ojk Tidak Ada Bank Buku Sebagai bagian dari pengawasan pasar keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengajak berbagai bank di Indonesia untuk melanjutkan perumahan modal inti dalam kelompok bank BUKU II, yang terdiri dari bank dengan modal inti antara Rp1 triliun dan kurang dari Rp5 triliun. Namun, pihak OJK tetap mengarahkan perbankan dalam mempertahankan stabilitas keuangan dan efisiensi dalam pengelolaan risiko. Kepala Departemen Pengawas Perbankan II OJK, Aristiadi menjelaskan bahwa perubahan ini merupakan langkah penting untuk memperkuat posisi bank yang berada dalam posisi terendam kekurangan modal inti, terutama bank BUKU I yang belum mampu memenuhi standar kinerja yang lebih tinggi.
Aristiadi mengatakan bahwa keberadaan bank BUKU I yang hanya memiliki modal inti kurang dari Rp1 triliun merupakan masalah utama karena keterbatasan kinerja industri perbankan yang belum menyusutkan pergeseran pangsa pasar yang menguntungkan. Di dalam situasi ini, pihak OJK memperkuat kebijakan dengan mengajak bank BUKU I untuk melakukan penambahan modal melalui proses IPO (Iklan Pembiayaan) atau rights issue di pasar modal, serta mencari mitra strategis. Dengan demikian, bank perbankan dapat berpeluang untuk memperbaiki keunggulan posisi secara berkelanjutan di pasar global atau dalam keterampilan bisnis yang beragam.
Dalam konteks pertumbuhan industri perbankan, data dari kuartal III-2016 menunjukkan bahwa total aset 118 bank termasuk bank syariah meningkat 5,18%, dengan rata-rata total aset mencapai Rp6.458 triliun. Namun, peningkatan tersebut belum disertai dengan pergeseran pangsa pasar yang signifikan. Dari penelitian pasar, pangsa pasar total aset empat bank BUKU VI mencapai 45 persen, sedangkan 24 bank BUKU III menguasai pangsa pasar sebesar 37 persen, yang menandakan keberagaman dalam distribusi posisi tersebut. Sementara itu, BUKU II mewakili 16 persen, dan BUKU I hanya 2 persen. Hasil ini menggariskan bahwa industri perbankan tidak memenuhi kondisi keseimbangan kompetensi yang seharusnya muncul pada setiap pasar.
Menurut Aristiadi, kondisi pasar saat ini yang tergolong pada asimetric competition, yaitu kondisi persaingan yang tidak adil terhadap bank-bank dengan kapabilitas yang berbeda, merupakan keadaan yang perlu diperbaiki. Artinya, perbedaan dalam kapabilitas yang tidak cukup disesuaikan dengan posisi pasar yang sama memperkuat keadaan ketidakseimbangan kompetensi. OJK mendekatkan perbaikan ini dengan strategi konsolidasi dan penguatan pengelolaan keuangan. Langkah-langkah tersebut termasuk pengembangan bisnis yang lebih strategis, efisiensi operasional, dan peningkatan kapabilitas bisnis secara keseluruhan untuk memperkuat posisi perbankan secara berkelanjutan.
Baca Juga:
Kontrastan kondisi industri perbankan yang terus berkembang namun belum memenuhi perubahan kapabilitas yang dibutuhkan oleh pasar saat ini menuntut perubahan strategis lebih berkesempatan. Langkah paling penting dilakukan adalah pengawasan terhadap kinerja bank dan evaluasi keputusan berbasis data dengan lebih terbuka. Untuk menghadapi tantangan dalam masa depan, pihak OJK menekankan perlu adanya pembiayaan yang lebih luas dari sumber dana, serta pengembangan jangka panjang dalam pengalaman penggunaan sistem pembiayaan. Pembiayaan yang lebih baik secara ekonomi dan keuangan akan membantu mendukung kinerja industri perbankan secara berkelanjutan dan mempertahankan keseimbangan pasar yang lebih adil dalam waktu yang akan datang.











