Kenaikan Harga Minyak Menghiasi Kinerja Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Timur Tengah dan Afrika Utara akan turun pada tahun 2016, terutama karena faktor harga minyak yang terus mengalami turun. Proyeksi ini diberikan dalam konteks penurunan harga minyak yang diperkirakan mencapai US$41 per barel pada tahun 2016, yang menjadi salah satu penyebab utama penurunan pertumbuhan ekonomi kawasan tersebut. Kenaikan harga minyak ini, bahkan sebelumnya, menyebabkan kejadian eksternal yang memengaruhi kepercayaan investor dan pasar ekonomi yang menjadi salah satu pengaruh penting terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Alasan utama penurunan pertumbuhan ekonomi dalam kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara pada 2016 adalah perbaikan pesat di Republik Islam Iran, serta dicabutnya sanksi pada Januari tahun lalu. Meskipun kondisi tersebut dianggap menguntungkan secara ekonomi, dampak dari pengurangan sanksi tersebut tergantung pada keterbatasan pemerintah dan pergerakan pasar. Tidak hanya terkait dengan kondisi politik, perbaikan ekonomi di Iran juga diharapkan dapat mendorong ekspansi investasi, namun juga memperkuat kepercayaan terhadap keberlanjutan ekonomi wilayah tersebut. Peningkatan ini juga merupakan hasil dari faktor keamanan global yang memperkuat daya belanja konsumsi di kawasan tersebut. Kebanyakan negara-negara Asia Selatan telah mendapatkan manfaat dari penurunan harga minyak, inflasi yang rendah, dan arus modal yang stabil. Ini memberikan peluang ekonomi bagi daerah-daerah yang sebelumnya tertekan oleh kenaikan harga minyak dan perubahan ekonomi yang dianggap tidak stabil di masa lalu.
Salah satu negara yang memiliki penguatan ekonomi terkait dengan kondisi pasar ini adalah India, negara paling besar di Asia Selatan. Negara-negara seperti Pakistan, Bangladesh, dan Bhutan juga menerima manfaat dari keberlanjutan pasar ekonomi yang mengalami peningkatan. Menurut Bank Dunia, kegiatan ekonomi di kawasan Asia Selatan diproyeksikan meningkat menjadi 7,1% pada 2016, meskipun pertumbuhan negara-negara maju lebih rendah dari harapan sesungguhnya. Namun, faktor kebijakan ekonomi yang lebih berat seperti kebijakan pengembangan ekonomi dan kondisi perbankan dapat mengganggu kepercayaan investor. Kebijakan tersebut dapat menghambat pergerakan ekonomi dan mengganggu pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Meskipun demikian, inflasi yang rendah dan arus modal yang stabil di kawasan ini dapat memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Sementara itu, di Afrika Sub Sahara, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan melambat pada 2016 ke 2,5%, yang menurut Bank Dunia terjadi karena faktor harga komoditas yang masih rendah, aktivitas global yang melemah, dan kondisi-pembiayaan yang diperketat. Dalam konteks ekonomi tersebut, pertumbuhan investasi diperkirakan melambat di banyak negara, karena upaya pemerintah dan investor untuk menurunkan pengeluaran dalam konteks konsolidasi fiskal. Hal ini menunjukkan bahwa keterbatasan anggaran dan penurunan potensi investasi dapat berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Namun, inflasi harga makanan akibat kekeringan, tingginya pengangguran, dan efek dari depresiasi mata uang dapat memengaruhi konsumsi dan ekspansi pasar. Kondisi tersebut menurut Bank Dunia dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut secara terbatas, namun jika terjadi perbaikan pada aspek pasar dan inflasi, dapat membuka peluang ekonomi di wilayah tersebut.
Pertumbuhan investasi di banyak negara terdampak oleh langkah-langkah pemerintah dan investor untuk memutus atau menunda pengeluaran dalam konteks konsolidasi fiskal. Hal ini mencerminkan bahwa ekonomi negara-negara yang terkait dengan investasi memiliki permasalahan yang terkait dengan keterbatasan anggaran dan penurunan kepercayaan investor. Meskipun demikian, faktor inflasi yang rendah dan arus modal yang stabil menunjukkan bahwa konsumsi tetap bisa meningkat di beberapa kawasan. Kebanyakan negara-negara pengimpor minyak juga mendapatkan manfaat dari inflasi yang rendah, namun jika terjadi inflasi harga makanan yang tinggi akibat kekeringan, pengaruh dari pengangguran, dan pengaruh dari depresiasi mata uang, maka dapat mengganggu konsumsi dan pembangunan ekonomi secara signifikan. Ini merupakan salah satu dari faktor utama yang menentukan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara diproyeksikan mengalami penurunan pada tahun 2016, seiring dengan kenaikan harga minyak yang terus menurun. Namun, faktor-faktor ekonomi seperti peningkatan kegiatan di negara-negara seperti Iran, serta inflasi yang rendah di wilayah pengimpor minyak, diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian, peringatan terhadap inflasi harga makanan dan kondisi ekonomi yang mengalami dampak terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan harus menjadi fokus utama. Jika langkah-langkah penting dilakukan oleh pemerintah dan industri terkait dengan pengurangan pengeluaran, serta pengembangan kebijakan ekonomi yang lebih terkendali, maka hal ini dapat membuka peluang ekonomi yang lebih berkelanjutan di wilayah tersebut.
