Hipmi keputusan jonan diduga pesanan Jakarta – Sementara itu, Hipmi mencurigai keluarnya rilis larangan angkutan berbasis aplikasi tersebut tidak murni hasil penilaian obyektif pemerintah, melainkan ada indikasi kuat pengaruh dari operator konvensional yang merasa tergerus. Rilis tersebut tidak lepas dari ketatnya persaingan bisnis transportasi di dalam kota, di mana taksi konvensional mengalami penurunan penumpang signifikan sejak kehadiran aplikasi. Hipmi menilai, kebijakan harus berpihak pada inovasi, bukan melindungi pelaku lama yang menolak beradaptasi.
“Kita curiga ini jangan-jangan ada pesanan dari kelompok bisnis di negeri ini,” ujar Bahlil. Pasalnya, pihaknya heran, rilis Kemenhub tersebut keluar belakangan setelah Go-Jek dan kawan-kawan mendapat sambutan masyarakat dan mulai menguasai pangsa pasar transportasi perkotaan,” ujar dia.
Baca Juga:
Hipmi menghimbau agar pelaku bisnis transportasi bersaing secara adil (fair) dan berlomba-lomba memberikan layanan terbaik melalui berbagai inovasi daripada mengedepankan pendekatan-pendekatan politis dengan mendekati dan melobi pengambil kebijakan.”Ini era persaingan sehat. Siapa yang menawarkan solusi, dia yang menang,” imbuh Bahlil.
Sebagaimana diketahui, kemarin, dalam rilisnya Direktorat Jenderal Perhubungan Darat (Ditjen Hubdar) melarang beroperasinya ojek online. Dasar hukum yang digunakan tentang penyelenggaraan angkutan orang dan barang yaitu Undang-undang nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan, Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 35 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum dan Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 69 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Angkutan Barang.
Padahal layanan transportasi berbasis aplikasi ini sudah bertebaran di sejumlah kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan kota-kota besar lainnya. Kemenhub sendiri bahkan menyebut jumlah driver sudah mencapai 20.000.
“Bayangkan dikalikan masing-masing Go-jek ini hidupi rata-rata empat anggota keluarga, termasuk dirinya, sudah 80.000 jiwa bisa hidup dan makan. Ini yang Pak Jonan tidak pikirkan. Belum lagi trickledown effect industri ini, usaha logistik hidup, usaha restoran hidup, percetakan hidup, mobilisasi orang, jasa, dan barang berlangsung cepat, ekonomi bergerak, sebab bisa mengatasi kemacetan,” ujar dia.(*) Ria Martati











