Hedging Syariah Kunci Pengembangan Keuangan Bank Indonesia (BI) mengenali pentingnya pengelolaan risiko nilai tukar dalam konteks pengembangan perbankan syariah dan nasabah syariah. Pertumbuhan aset bank syariah yang signifikan selama beberapa tahun terakhir telah memperkuat kebutuhan terhadap pengendalian risiko, khususnya melalui metode hedging yang sesuai prinsip syariah.
Saat ini, transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah menjadi solusi penting bagi pengelolaan risiko nilai tukar yang berkaitan dengan investasi keuangan syariah. Dalam memahami peran instrumen ini, terdapat beberapa keputusan penting yang dibuat oleh Bank Indonesia. Salah satunya adalah PBI No. 18/2/2016, yang diberlakukan pada tanggal 26 Februari 2016, mengenai transaksi lindung nilai berdasarkan prinsip syariah. Seiring pelaksanaan PBI tersebut, BI juga mengeluarkan Surat Edaran (SE) ekstern No. 18/11/DEKS tanggal 12 Mei 2016 yang merupakan petunjuk teknis pelaksanaan PBI tersebut.
Pada awalnya, pelaksanaan sistem hedging syariah diharapkan memperbaiki sistem keuangan syariah secara keseluruhan. Karena itu, perbankan dan lembaga jasa keuangan serta pelaku usaha dalam negeri diharapkan mengikuti pelatihan dan sosialisasi yang diselenggarakan oleh Bank Sentral. Sosialisasi yang diselenggarakan pada hari ini, 17 Juni 2016 di Jakarta, menjadi wadah penting untuk mengembangkan pemahaman terhadap ketentuan BI mengenai transaksi lindung nilai syariah. Menurut Deputi Gubernur BI, Hendar, implementasi sistem ini diharapkan mendukung perkembangan industri keuangan syariah di Indonesia.
Baca Juga:
Transaksi lindung nilai syariah berdasarkan prinsip syariah tidak hanya menjadi alat mitigasi risiko nilai tukar, namun juga membantu pengelolaan risiko likuiditas dan nilai tukar. Selain itu, instrumen ini diprioritaskan untuk meningkatkan efisiensi penerapan sistem perbankan syariah secara keseluruhan. Dari sisi korporasi maupun nasabah perorangan, terutama yang memiliki kepentingan dalam produk yang memenuhi prinsip syariah, hedging syariah menjadi solusi utama dalam menghadapi fluktuasi nilai tukar. Sebaliknya, bagi perbankan, penggunaan instrumen ini akan memberikan dukungan dalam pengelolaan risiko, yang terutama meliputi likuiditas dan risiko nilai tukar.
Di dalam konteks pengembangan industri syariah, hedging syariah diharapkan akan memberikan kontribusi signifikan dalam memperkuat pasar keuangan syariah Indonesia. Dengan mendorong penerbitan sukuk valas di masa depan, hedging syariah juga diharapkan dapat mendukung pengembangan pembiayaan syariah, terutama di sektor-sektor produktif maupun infrastruktur yang sedang diprioritaskan oleh pemerintah. Penyelenggaraan sistem ini juga memiliki potensi menimbulkan keberlanjutan dalam pengelolaan keuangan syariah secara luas.
Sejak diterbitkannya PBI No. 18/2/2016, transaksi lindung nilai syariah telah menjadi fokus utama dalam pengembangan industri keuangan syariah. Penyusunan PBI tersebut dilakukan secara terstruktur dan terus dikembangkan oleh Bank Indonesia, dengan pemantauan dari Working Group Perbankan Syariah dan Dewan Syariah Nasional. Pengembangan instrumen ini telah diusulkan sejak 2012 dan diberi izin oleh MUI pada 2 April 2015 sebagai dasar hukum transaksi lindung nilai syariah yang diadakan di masa depan. Penyusunan ini meliputi tahapan dari usulan, diskusi, dan finalisasi dalam lingkup berbagai pihak keuangan dan kepentingan sosial yang terkait.
Secara terpisah, penerapan dan pengembangan sistem hedging syariah diharapkan dapat mendukung peningkatan kinerja perbankan syariah dan menarik perhatian investor, khususnya dari korporasi dan nasabah syariah yang menghadapi fluktuasi nilai tukar. Dengan mendorong pengembangan pasar keuangan syariah secara berkelanjutan, penerapan sistem ini juga diharapkan mendukung pengelolaan keterkaitan keuangan syariah secara luas. Pengembangan dan sosialisasi sistem ini akan mengarah pada perkembangan pengelolaan risiko yang efektif dan terkait dengan keputusan perbankan dalam menjaga kestabilan dalam sistem keuangan syariah.











