Blog Web & Deep Insights

Kemenan Cegah Kehilangan Produksi Pangan

Kemenan Cegah Kehilangan Produksi Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) terus mengembangkan strategi untuk meningkatkan produksi pangan selama musim kemarau, dengan memperkuat penggunaan irigasi air permukaan sebagai salah satu langkah penting dalam mengatasi keterbatasan air yang terjadi.

Diriwayatkan, Direktur Irigasi Pertanian Kementan Tunggul Iman Panudju menegaskan bahwa saat ini, hanya sebagian kecil petani yang mampu menggunakan irigasi air permukaan dalam mendukung produksi pangan. Keterbatasan air yang dialami saat musim kemarau menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi daya saing pertanian di wilayah-wilayah produksi.

Dalam menghadapi kondisi tersebut, pemanfaatan air permukaan melalui sistem irigasi perpipaan dan perpompaan dapat dijelaskan sebagai dua metode utama. Sistem irigasi perpipaan berbasis gravitasi menggunakan pipa, sementara perpipaan menggunakan pompa dan saluran terbuka atau tertutup. Kedua metode ini dapat dikombinasikan untuk memaksimalkan penggunaan sumber air yang tersedia di luar sistem irigasi teknis.

Pemanfaatan air permukaan ini memperluas kapasitas produksi tanaman pangan, terutama di lahan-lahan kering atau tadah hujan yang memiliki indeks pertanaman (IP) 100, yang berpotensi menaik menjadi IP 200 setelah dilengkapi irigasi. Dalam tahun 2016, telah diselenggarakan pengembangan irigasi perpipaan dan perpompaan sebanyak 1.529 unit di Indonesia, memberikan gambaran pada peran penting dari sumber daya air di sistem pertanian.

Saat ini, kajian terkait perbaikan sistem irigasi perpipaan dan perpompaan telah dilakukan di beberapa wilayah khusus, termasuk Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Area tersebut dilengkapi dengan irigasi perpipaan dan perpompaan untuk menunjang pertanian padi secara khusus. Dalam pengembangan ini, penggunaan air dari anakan sungai Musi dikonversikan menjadi sumber daya utama untuk memenuhi kebutuhan irigasi di lahan rawa lebak.

Proses irigasi dilaksanakan melalui pompa berjumlah lima unit yang menghasilkan air yang ditempatkan dalam tower, lalu didistribusikan menggunakan pipa 8 inci hingga ke ujung pipa dengan keran. Sejumlah lahan yang berpotensi ditanami padi sebanyak dua kali per tahun berhasil mengalami perubahan dari IP 100 menjadi IP 200 dengan pengembangan sistem tersebut. Dalam kondisi tersebut, luas lahan yang dilayani mencapai 5.000 hektar, dengan kontribusi irigasi perpipaan dan perpompaan sebanyak 1.867 ha.

Di wilayah lain yang juga menerapkan teknologi irigasi ini, terdapat kelompok tani bina rawa di Desa Jaro, Kecamatan Jaro, Tabalong, Kalimantan Selatan. Area ini terletak pada lahan yang berbentuk rawa lebak, diterapkan pengembangan irigasi dari Sungai Liuk, dengan lahan yang memiliki luas sebanyak 54 hektar, sehingga dapat ditanami padi sebanyak dua kali per tahun. Kegiatan ini menandai proses migrasi pertanian yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan pangan secara efisien dan terencana.

Implikasi dari implementasi pengembangan irigasi air permukaan dapat memberikan dampak besar terhadap peningkatan produksi pangan serta memperkuat kehidupan petani dalam kawasan produksi. Namun, pengembangan sistem tersebut membutuhkan pengawasan yang ketat dan perbaikan terhadap perencanaan sistem irigasi secara berkala untuk memastikan optimalitas dan efisiensi penggunaan sumber daya. Langkah berikutnya meliputi penyusunan keputusan strategis berdasarkan data yang terkait dengan kondisi lingkungan, serta terus memperluas pemanfaatan sumber daya air yang tersedia melalui inovasi teknologi dan kebijakan pertanian yang terkait.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *