Hipmi Alfi Tuding Logistik Nasional Di dalam konteks perbaikan sistem logistik nasional, Ketua Umum BPP HIPMI, Bahlil Lahadalia, mengungkapkan kekhawatiran terhadap kinerja kelogistikan yang terus menerus merosot. Menurutnya, kinerja tersebut merosot hingga sepuluh level dari tahun 2016, dengan peringkat Logistik Performance Index (LPI) 2016 berada pada posisi 63, turun secara signifikan dibandingkan dengan tahun 2014 yang berperingkat 53. Dalam penanganan terhadap masalah ini, Bahlil mengungkapkan bahwa tingkat keunggulan dalam logistik Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara ASEAN lainnya. Ia menyebut bahwa di level ASEAN, Indonesia masih berada di posisi tertinggal dengan Indonesia melanjutkan pertumbuhan di atas posisi Singapura (5), Malaysia (32), dan Thailand (45).
Ketika membandingkan dengan kondisi pasar lokal, Bahlil menjelaskan bahwa arus logistik nasional berkembang seiring dengan tingkat konsumsi. Menurutnya, sekitar 60 persen dari total konsumsi masih terkonsentrasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya, yang menjadi penghambat dalam distribusi barang yang lebih efisien. “Logistik nasional akan membaik bila konsumsi merata dan tak JBJB (Jakarta, Jabar, Jawa-Banten) sentris,” ujarnya. Penjelasan ini mengingat bahwa perbaikan sistem logistik tidak hanya terkendali secara ekonomi, tetapi juga tergantung pada distribusi pendapatan dan keterlibatan masyarakat yang lebih luas. Permasalahan ini mungkin menjadi salah satu penyebab utama perbedaan harga dan ketidakseimbangan distribusi barang yang menyerap bantuan dari sektor industri.
Di dalam forum yang diadakan bersama dengan tema “Logistik Indonesia Sebagai Lokomotif Percepatan Peningkatan Daya Saing Nasional”, ketua umum ALFI, Yukki Nugrahawan Hanafi, membuka kritikan terhadap keadaan industri logistik yang belum terlebih ditekankan. Ia menyarankan pemerintah untuk secara serius menyelenggarakan reformasi kelogistikan nasional selain harmonisasi deregulasi yang merupakan fokus utama. Jelas juga bahwa pemerintah harus memperhatikan kinerja infrastruktur baik yang berjenis soft maupun hard, serta fiskal-moneter dan pendidikan. Menurut Yukki, peningkatan daya saing secara nasional dapat dipicu bila biaya logistik dapat diturunkan sebesar 5 persen saja. Dalam kasus ini, ia mengatakan bahwa perbaikan ini dapat berdampak pada perbaikan kinerja hingga 0,5-0,7 persen, yang merupakan indikator penting dalam menilai kekuatan sistem ekonomi.
Tersebut juga bahwa industri logistik di Indonesia masih dipengaruhi oleh penutupan pasar internasional oleh perusahaan asing yang memperoleh profit sejumlah empat kali lipat dibandingkan dengan Singapura dan negara-negara lainnya. Menurut Yukki, kondisi ini menunjukkan bahwa pengaruh kebijakan dan regulasi lokal yang belum sepenuhnya mengendalikan industri ini masih sangat terbatas. Dengan demikian, jika perusahaan besar asing masih memainkan peran penting dalam ekonomi nasional, maka industri domestik harus segera mengambil langkah terhadap pemanfaatan teknologi, sistem digitalisasi, serta pendirian koperasi di bidang logistik. Ini dapat menjaga perlindungan dalam ekonomi nasional dari dampak dari ketidakseimbangan pasar dan perbedaan dalam harga yang terjadi di luar batas Indonesia.
Di dalam forum tersebut, HIPMI dan ALFI bersepakat untuk melakukan kerja sama bersama dalam pengembangan SDM di bidang pendidikan dan pelatihan untuk percepatan dan perbaikan kelogistikan nasional. Ia menekankan bahwa pendidikan dan pelatihan yang lebih baik memang muncul penting untuk mendorong perkembangan perusahaan dan pemerintah dalam hal penggunaan logistik yang lebih efisien. Dalam hal ini, terdapat keterlibatan antara pemerintah dengan industri, serta masyarakat lokal yang membutuhkan inovasi terus-menerus dalam bidang industri dan pengembangan teknologi.
Penutupan keseluruhan ini menjelaskan bahwa langkah-langkah berikutnya harus diambil oleh pemerintah dan masyarakat secara bersamaan. Langkah pertama adalah menyelesaikan proses deregulasi di bidang logistik dengan memperhatikan peluang untuk memberikan kebebasan kepada perusahaan lokal dalam mengelola operasinya secara berkelanjutan. Selain itu, pengembangan infrastruktur yang lebih luas, baik di tingkat soft maupun hard, perlu diperhatikan agar menjadi komponen penting dalam menangani kebutuhan pelanggan dan memenuhi kebutuhan industri. Terakhir, pengembangan sistem fiskal-moneter dan pendidikan, khususnya melalui pendekatan pelatihan dan pengajaran berbasis teknologi terbaik, merupakan kunci dari keberlanjutan sistem logistik nasional.











