Blog Web & Deep Insights

Kekurangan Modal dan Keterbatasan Sistem: Kredit Tumbuh Lebih Rendah

Kekurangan Modal Dan Keterbatasan Sistem Bank Indonesia (BI) telah mengalami penurunan suku bunga acuan 7-day Reverse Repo Rate sebesar 1,5% sejak awal tahun 2016, namun sejauh ini belum mampu mengatasi kelemahan pertumbuhan kredit perbankan nasional. Meski kondisi ekonomi dalam waktu yang mengalami tren perbaikan, pertumbuhan kredit masih menghadapi kendala yang tidak terduga dari dalam struktur pasar keuangan.

Per September 2016, penyaluran kredit perbankan mencatat nilai Rp4.243 triliun, yang tumbuh 6,4% secara yoy. Namun, pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan bulan Agustus 2016 yang mencatat pertumbuhan 6,8% terkait perluasan kapabilitas kredit perbankan. Pemangku kebijakan di BI mengakui terdapat beberapa faktor yang membatasi transisi dari kebijakan moneter tersebut terhadap perkembangan pasar.

Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa transmisi kebijakan moneter masih terbatas karena efeknya di perbankan belum tepat secara menyeluruh. Suku bunga kredit baru turun 60 basis points (bps), atau 0,6%, meski suku bunga acuan BI telah ditekan hingga 1,5%. Namun, dalam hal ini, perbankan menangani risiko tinggi dalam pengelolaan cadangan secara lebih tinggi, sehingga suku bunga kredit belum seimbang.

Untuk mempertimbangkan peran dari biaya fondasi yang meningkat, sejumlah data menunjukkan bahwa bank sentral sudah turun suku bunga deposito sebesar 108 bps, yang menandai perbaikan kebijakan keuangan dari segi pengaturan dana. Faktor lain yang menghambat pertumbuhan kredit adalah kelemahan dalam permintaan (demand) kredit dari sektor swasta. Sementara itu, utilisasi investasi dari sektor swasta masih 76%, berarti belum tercapai standar yang lebih tinggi, dengan rata-rata utilisasi investasi yang lebih dipasang di atas 85%. Namun, secara bertahap kondisi ini sedikit mengalami perubahan, seperti terlihat dari indikasi peningkatan investasi dari korporasi swasta yang dapat memenuhi kebutuhan investasi modal.

Perry menjelaskan bahwa pertumbuhan kredit pada bulan September 2016 mencapai 6,4%, meskipun diproyeksikan sebelumnya terkait pertumbuhan sebesar 7-9%. Namun, dari segi kebutuhan financing, kecenderungan investasi dari korporasi lebih banyak mendapatkan penerbitan obligasi korporasi. Ini merupakan tanda bahwa permintaan yang meningkat secara kecanduan dari pasar keuangan memang terjadi, meskipun belum terbukti secara terbuka.

Terakhir, perlu dipahami bahwa pertumbuhan kredit perbankan masih dibatasi oleh beberapa kendala eksternal yang masih harus diperhatikan. Jika kondisi ini terus berlangsung maka perlu adanya strategi dan langkah-langkah lebih lanjut dari BI untuk mengoptimalkan kebijakan moneter. Sebagaimana dijelaskan dalam keterangan dari Perry Warjiyo, langkah berikutnya bisa berupa peningkatan kepercayaan dari perbankan dalam memenuhi permintaan kredit. Selain itu, pemanfaatan kinerja kebijakan di BI juga perlu diarahkan lebih baik agar lebih mengedepankan transmisi kebijakan yang lebih cepat dan efisien.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *