Bank Jateng mengkaji ulang rencana pemisahan anak usaha syariahnya, dengan Direktur Operasional dan Unit Usaha Syariah Bank Jateng, Hanawijaya, mengungkapkan perubahan dalam perkiraan tersebut. Dalam artikel yang diterbitkan pada Rabu 25 Mei 2016, pernyataan tersebut mengungkapkan bahwa rencana penyisihan UUS (Usaha Usaha Syariah) tahun 2018–2019 dianggap akan dikaji ulang.
Sebelumnya, Bank Jateng berencana melakukan spin off anak usaha syariah sebagai bagian dari mekanisme pengelolaan keuangan dalam struktur keuangan daerah. Namun, berdasarkan perhitungan aset saat ini, yang hanya sekitar Rp1,3 triliun, rencana tersebut akan menjadi lebih terbuka dalam proses penilaian yang lebih mendalam.
Menurut Hanawijaya, aset ideal bagi UUS Bank Jateng dalam menjalankan operasional sendiri adalah kisaran Rp7 triliun hingga Rp10 triliun. Angka ini menjelaskan batasan keberhasilan dalam proses pengembangan anak usaha syariah, serta menjadi dasar dari rencana strategis yang lebih mengarahkan ke arah pengembangan yang lebih efektif. Kepala eksekutif mengatakan bahwa dalam waktu tiga hingga empat tahun ke depan, UUS Bank Jateng dapat mencapai kisaran aset sebesar ini. Tidak ada pernyataan tentang angka target lebih tinggi, namun terdapat batasan waktu yang ditetapkan untuk memastikan pencapaian.
Lebih lanjut, Hanawijaya menyatakan bahwa saat ini bank daerah memiliki kekangan dalam melakukan penyuntikan modal pada anak usaha syariah. Akibatnya, sebagian besar bank daerah harus menyetorkan deviden pay out ratio di atas 50%. Kebutuhan terhadap modal justru menjadi hal yang lebih sulit dilakukan karena keterbatasan keuangan. Oleh karena itu, UUS Bank Jateng diharapkan tumbuh secara organik, dengan perumusan kebijakan bisnis yang berkelanjutan.
Menurut Hanawijaya, pertumbuhan aset UUS Bank Jateng dapat mencapai kisaran Rp7–10 triliun dalam periode empat tahun ke depan, terutama dalam periode tahun 2019–2020. Karena Bank Jateng termasuk dalam kategori bank kecil, pertumbuhan bisnis dapat menjadi lebih mudah. Sehingga, dengan mengembangkan strategi bisnis yang lebih baik, bank daerah dapat mengelola pergerakan aset dengan lebih efektif. Dalam konteks ini, pilihan spin off tidak terbatas hanya pada Bank Jateng, namun juga dapat dijadikan acuan oleh bank syariah lain yang memiliki pertumbuhan bisnis yang lebih baik.
Di tengah keberlanjutan strategi tersebut, Hanawijaya mengatakan bahwa Bank Jateng masih tengah menyiapkan strategi bisnis baru. Maka dari itu, Bank Jateng juga sedang mempertimbangkan kemungkinan bisnis model baru yang menonjolkan pengembangan ekonomi di sektor syariah. Ini akan menjadi fokus perencanaan jangka panjang bank, dan juga berpotensi membuka peluang bisnis yang lebih besar bagi bank syariah lain. Namun, tidak ada rancangan yang secara eksplisit menyebutkan bahwa spin off akan terjadi pada tahun 2023. Perlu diketahui bahwa pengambilan keputusan akan dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, termasuk keputusan strategis dari pihak Bank Jateng dan otoritas terkait keuangan daerah.
Dalam kesimpulan, Bank Jateng mengungkapkan bahwa rencana pemisahan anak usaha syariahnya akan dikaji ulang. Dalam perumusan yang diposisikan oleh Direktur Operasional, perencanaan tersebut menjadi perhatian terhadap keterbatasan modal dan strategi pengembangan. Meski saat ini belum menyatakan keputusan akhir, rencana tersebut menjadi langkah penting untuk membangun stabilitas keuangan. Dari hasil analisis di atas, dapat ditetapkan bahwa perlu diperhatikan ke arah pengembangan bisnis yang lebih baik dalam jangka panjang. Dari segi keputusan dan keputusan eksekutif, pengembangan anak usaha syariah Bank Jateng masih terkait dengan strategi pengelolaan yang lebih mengarahkan pada kepercayaan publik dan stabilitas ekonomi daerah.











